Masyarakat hukum adat (MHA) dari Kabupaten Merangin dan Kabupaten Sarolangun di Provinsi Jambi secara resmi menyerahkan 12 usulan pengakuan hutan adat mereka kepada Kementerian Kehutanan. Terdiri dari 6 usulan  hutan adat dari MHA Marga Batin Jo Pangulu Bukit Bulan, 1 usulan dari MHA Marga Sungai Pinang, 1 usulan dari MHA Marga Datuk Nan Tigo,  dan 1 usulan MHA Marga Batang Asai di Sarolangun. Dua usulan hutan adat dari MHA Marga Serampas dan 1 usulan dari Marga Pembarap di Merangin. Penyerahan ini dilakukan pada saat Lokakarya Menguatkan Peran Hutan Adat Sebagai Strategi Lestari Untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di  Kota Jambi, dihadiri oleh perwakilan dari masyarakat adat, pemerintah Provinsi Jambi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta sejumlah tokoh masyarakat.

“Berkas 11 usulan hutan adat akan menjadi prioritas utama di tahun 2025 untuk dilakukan verifikasi teknis,” ujar Yuli Prasetyo Nugroho, Kasubdit Penetapan Hutan Adat dan Hutan Hak PKTHA sesaat setelah menerima berkas pada saat Lokakarya yang diselenggarakan oleh Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi pada 10-11 Desember 2024.

Pernyataan ini menjadi angin segar bagi masyarakat hukum adat, pasalnya sudah lama menanti pengakuan hutan adat mereka. Penyerahan ini merupakan langkah konkret masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan atas wilayah adat yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan dan budaya mereka kepada Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kementerian Kehutanan. 

Hutan adat sendiri telah eksis di Jambi sejak tahun 1990-an, menjadi bukti nyata komitmen masyarakat adat dalam menjaga lingkungan dan tradisi mereka. Bahkan, jauh sebelum Putusan MK 35 tentang hutan adat dan masyarakat adat. Provinsi Jambi telah memiliki Peraturan Bupati terkait masyarakat hukum adat (MHA) dan hutan adat (HA) pada tahun 2006. Saat ini, di Indonesia sudah terdapat 131 SK pengakuan hutan adat, dan 29 diantaranya berada di Jambi, tersebar di Kabupaten Kerinci, Sarolangun, Merangin, dan Bungo. Meskipun dengan jumlah luasan yang relatif kecil, hutan adat memiliki peranan penting dalam menjaga kelestarian hutan dan terbukti menekan kerusakan hutan.

Adi Junedi, Direktur KKI Warsi, dalam sambutannya menyampaikan pentingnya pengakuan hutan adat untuk menjaga keberlanjutan lingkungan sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat adat. “Hutan adat telah menunjukkan perannya yang sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan dan terbukti mampu menekan kerusakan hutan secara signifikan,” tegas Adi. “Hutan adat bukan hanya sumber penghidupan, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari identitas dan kearifan lokal masyarakat adat. Dengan pengakuan ini, kita juga turut mendukung upaya pelestarian lingkungan dan mitigasi perubahan iklim,” ujar Adi.

Penyerahan ini juga mendapat dukungan dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Dinas Kehutanan menyampaikan bahwa pihaknya akan berupaya untuk memproses usulan ini sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebab keberadaan hutan adat penting dan mendukung visi pemerintah dalam kemandirian pangan melalui usaha perhutanan berbasis hasil hutan.

“Saat ini terdapat 23 KUPS yang sudah terbentuk di HA. Terdapat 3 Aspek Pengelolaan HA yaitu Aspek Ekonomi, Lingkungan dan Sosial. HA sangat berpengaruh terhadap penyediaan air untuk pangan dan alih fungsi lahan,” kata Yazel Fatra Sekretaris Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. 

Selain itu, perwakilan masyarakat adat yang hadir mengungkapkan harapan mereka agar pemerintah segera mengakui hutan adat tersebut. Pasalnya tanpa pengakuan hutan adat mereka tidak memiliki kewenangan dan legalitas ketika mendapatkan tekanan dari luar.

“Kami telah menjaga hutan ini selama turun-temurun. Apakah proses pengakuan hutan adat dapat dipangkas, saat ini ada ancaman perambahan dari luar. Tanpa SK Pengakuan hutan adat dari kementrian lemah nian posisi kami,” kata Syahril Kepala Desa Berkun, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun.

Proses pengakuan hutan adat di Jambi diharapkan menjadi contoh bagi provinsi lain dalam mendukung hak-hak masyarakat adat. Langkah ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan terkait yang menjamin pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat.

Penyerahan usulan ini merupakan bagian dari upaya kolaboratif antara masyarakat adat, pemerintah, dan lembaga pendukung untuk mewujudkan keadilan sosial serta keberlanjutan lingkungan. Saat ini, ada 22 usulan hutan adat yang menunggu tahap verifikasi dan penetapan oleh pihak berwenang, yang diharapkan dapat segera terealisasi demi kesejahteraan masyarakat adat dan pelestarian hutan. 

Hutan adat memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat adat, baik dari segi sosial, budaya, ekonomi, maupun lingkungan. Hutan adat adalah bagian dari identitas budaya masyarakat adat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Hutan ini sering kali menjadi tempat sakral yang memiliki nilai spiritual dan digunakan dalam berbagai upacara adat. Selain itu, yang tak kalah penting, di hutan tersedia bahan pangan (seperti buah-buahan, umbi-umbian) dan bahan obat tradisional yang digunakan sehari-hari. Hutan juga sumber pendapatan seperti Hasil hutan seperti kayu, rotan, madu, dan produk non-kayu lainnya sering menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat adat.