Senyum mengembang di wajah Supradillah sembari mengangkat bibit durian yang telah siap tanam. Bibit itu berasal dari biji yang dipesan secara online, kemudian disemai sendiri di demplot milikinya. Bibit durian tersebut akan ditanam dalam rangka acara Penanaman Bersama di Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang berada di Desa Suo Suo Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo dan termasuk ke dalam kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).
HTR yang dikelola oleh Supradillah beserta anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Padukuhan Mandiri salah satu perhutanan sosial yang mengalami keterlanjuran sawit. KTH Padukuhan Mandiri awalnya tidak mengetahui jika lahan yang mereka tanami merupakan kawasan hutan. Peraturan mengenai tanaman sawit tersebut baru mereka ketahui berbarengan dengan izin perhutanan sosial melalui skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang diberikan oleh Kementrian LHK pada 2018 lalu. Masyarakat kebingungan, meskipun kegiatan mereka mengelola hutan sudah dilegalkan tetapi tanaman yang mereka tanam justru menyalahi aturan.
“Setelah dapat izin. Di awal kami sangat bersemangat, setelah izin keluar usaha kami menjadi di legal kan yang sebelumnya illegal. Berjalannya waktu kami agak kebingungan, apalagi kemudian tahu jika tanaman kami juga menyalahi aturan. Kami dan anggota tidak memahami akan diapakan izin ini,” kata Supradillah atau Irad membuka cerita saat penanaman bibit agroforestri dan Sharing Pembelajaran KTH Padukuhan Mandiri dan Penanaman Bersama di Desa Suo Suo pada Selasa, 22 Maret 2022.

Selaian soal peraturan, ada beberapa hal yang membuat kesadaran dan komitmen melakukan jangka benah tersebut timbul dari masyarakat. Diceritakan oleh Irad, sejak masifnya penanaman sawit di Desa Suo Suo banyak hal yang berubah dari kehidupan mereka. Ketersedian air untuk lahan pertanian juga menjadi berkurang, tanaman sawit yang dikenal sebagai tanaman rakus air telah membuat anak-anak sungai menjadi kering. Selain itu, perubahan dalam sosial budaya berubah khususnya dalam ketersedian pangan. Dulu mereka memiliki panen durian yang berlimpah, sekarang durian juga menjadi langka. Berangkat dari hal tersebut, KTH Padukuhan Mandiri mulai berkomitmen untuk melakukan pengkayaan tanaman.
“Kemudian juga kami sadari menanam tanaman sawit tidak selamanya baik. Kalau harga bagus enak, tetapi apabila sawit anjlok misalnya, akan bingung tidak mungkin terus bergantung dengan satu komoditi. Selain itu juga banyak perubahan di desa, untuk lahan pertanian biasanya menggunakan air dari anak-anak sungai. Sekarang sungai menjadi cepat kering kalau di musim kemarau. Tidak hanya itu, durian juga menjadi langka, dulu saat musim durian berlimpah di sini hingga tidak termakan. Sekarang saat musim durian nyicip pun tidak,” kisahnya.
Berangkat dari kesadaran tersebut, KTH Padukuhan Mandiri didampingi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mulai melakukan jangka benah pada tahun 2020 jangka benah atau pengkayaan tanaman pun dimulai. Dengan diberikannya izin Perhutanan Sosial pada artinya KTH Padukuhan Mandiri diwajibkan untuk menerapkan jangka benah (agroforestry) yakni penanaman tanaman kehutanan paling sedikit 100 (seratus) batang per hektar.
“Saya katakan kepada Warsi, kami betul-betul ingin didampingi. Kami tahu aturannya, kami ingin menjadi masyarakat yang baik yang taat pada aturan. Kami juga mengalami keterbatasan SDM untuk mengelola. Kami siap didampingi dan secara swadaya kami melakukan pembibitan tanaman lainnya dengan dana sendiri yang berasal dari iuran anggota KTH,” ujarnya.
Jangka Benah di areal HTR Padukuhan Mandiri yang luasnya ± 85 ha merupakan areal yang mengalami keterlanjuran tanaman sawit dan karet tua dimulai bertahap. Diawali dengan kesadaran komunitas akan dampak ekonomi dan ekologi. Kemudian dilakukan kajian dan pendampingan yang dilakukan timbulah keinginan anggota KTH untuk mencari komoditi tambahan dengan cara tidak memperluas areal tanam sawit yakni dengan cara pengembangan skema agroforestri secara swadaya dan mandiri di lahan yang sudah ada tanaman sawit dan karetnya.
Untuk mendukung inisiatif ini, komunitas bersama KKI WARSI kemudian mengadakan pelatihan Pengembangan Usaha Agroforestry pada areal izin perhutanan sosial serta bekal pengetahuan mengenai penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Usaha (RKU). Dari pelatihan tersebut, kemudian dilakukan identifikasi areal dan daya dukung lahan untuk mengetahui kualitas tanah serta komoditi yang relevan untuk pengayaan tanaman.
Setelah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang teknik agroforestry, komunitas didampingi KKI Warsi secara partisipatif kemudian menyusun RKU dan RKT dimana beberapa komponen penting dalam RKU dan RKT yang berhasil disusun ialah di samping memasukan kegiatan perlindungan dan pengamanan areal dengan melakukan patroli pencegahan illegal logging dan pencegahan kebakaran hutan, perlindungan flora dan fauna, ialah dituangkannya pengembangan skema agroforestry di areal Padukuhan Mandiri.
Selain itu, rencana kerja juga memuat perlindungan dan pengamanan areal dengan melakukan patroli pencegahan ilegal loging dan pencegahan kebakaran hutan, perlindungan flora dan fauna, pengembangan skema agroforestry dengan memperkaya jenis tanaman yang meningkatkan sumber mata air. Langkah-langkah yang telah dilakukan KTH Padukuhan Mandiri menjadi sebagai satu-satunya kelompok pengelola Perhutanan Sosial yang berada di wilayah penyangga strategis (bufferzone) Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) yang berhasil memasukan kegiatan agroforestry (jangka benah) dan perlindungan High Carbon Value (HCV), mitigasi karhutla, penguatan fungsi ekosistem lahan, di dalam dokumen rencana areal kelolanya.
Dalam acara penanaman bersama tersebut, dijejerkan beberapa bibit tanaman kayu dan tanaman hutan bukan kayu, diantaranya sengon, pinang, dan durian. Pengkayaan tanaman dilakukan secara partisipatif, masyarakat menentukan pilihan tanaman yang akan ditanam seperti pinang dan durian. Selain itu, pilihan tanaman juga disesuaikan dengan kondisi tanah, seperti tanaman sengon yang dapat memperkaya sumber air. Oleh karena itu menerapkan sistem silvikultur atau teknik budidaya sesuai dengan tapak ekologinya di sela-sela tanaman sawit melalui teknik agroforestri yang disesuaikan dengan kondisi biofisik dan kondisi sosial areal izin.
Pengkayaan tanaman atau jangka benah di kawasan hutan yang mengalami keterlanjuran sawit seperti dilakukan oleh KTH Padukuhan Mandiri dapat menjadi percontohan bagi masyarakat pengelola perhutanan sosial dengan persoalan serupa. Tidak hanya mengembalikan ekologi hutan sebagaimana mestinya, tetapi juga menjadikan hutan sebagai sumber daya yang dimanfaatkan untuk peningkatan perekonomian. Beragam tanaman, artinya masyarakat dapat panen berjangka harian, bulanan, dan tahunan serta tidak hanya bergantung pada satu jenis komoditi saja.
Tidak hanya itu, upaya melakukan jangka benah pun diuji dengan tawaran bermitra dari perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Menurut, Supradillah kelompok mereka pernah ditawari oleh perusahaan HTI dengan tanaman monokultur lainnya seperti akasia dan ekaliptus untuk bermitra. Dalam tawaran kerja sama tersebut, perusahaan menyatakan sanggup membiayai segala kebutuhan pendanaannya namun oleh komunitas KTH Padukuhan Mandiri.
“Tawaran tersebut memang dapat mendatangkan keuntungan sesaat yang besar, namun ketika kami menjalin kerja sama kami hanya tau bersih (keuntungan). Lahan kami tidak bisa digunakan untuk Bertani dan menggembalakan ternak seperti biasanya. Apalagi saat ini ada anggota kelompok yang tengah mengembangkan peternakan sapi untuk menjadi kompos, bila bermitra tentu tidak ada ruang untuk menggembalakan ternak,” terang Supradillah.
KTH Padukuhan Mandiri Membutuhkan Dukungan Banyak Pihak
Proses panjang yang dilakukan oleh KTH Padukuhan dalam mengembangkan agroforestry dan silvopastura secara swadaya dan mandiri di areal kelola mereka sangat patut diapresiasi. Apalagi mengingat di saat yang sama upaya ini muncul ditengah derasnya tawaran dan imingan dari perusahaan Hutan Tanaman Industri yang ingin melakukan kerjasama pemanfaatan areal Perhutanan Sosial dengan KTH Padukuhan Mandiri untuk tujuan mengkonversi keterlanjuran sawit dan karet di areal HTR Padukuhan Mandiri.

“Perhutanan sosial hadir sebagai pemberdayaan sosial dan upaya pengentasan kemiskinan. Ketika dikeluarkannya izin perhutanan sosial tidak semata bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan tersebut. Namun membuka, persoalan yang kemudian bisa dicari solusi seperti keterlanjuran sawit dengan penerapan jangka benah. Sementara upaya kemandirian masyarakat keluar dari kemiskinan harus melibatkan dukungan dari semua OPD melalui pemberdayaan hingga kelak bisa mengelola perhutanan sosial secara mandiri dan tidak sasaran perluasan perusahaan Hutan Tanaman Industri,” ungkap Wakil Direkutur KKI Warsi Adi Junedi.
Bersambut baik, Bupati Kabupaten Tebo yang diwakili oleh Asisten 1 Amisiridin yang turut hadir dalam kegiatan tersebut mengatakan pengelola perhutanan soial dapat menyurati dinas terkait bila membutuhkan dukungan. Seperti yang disuarakan oleh Supradillah, jika salah seorang anggota KTH Padukuhan Mandiri saat ini tengah memiliki peternakan sapi yang saat ini memanfaatkan dagingnya saja serta membutuhkan dukungan pembuatan pupuk kompos dari kotoran sapi.
“Langkah yang dilakukan oleh KTH Padukuhan Mandiri bisa menjadi percontohan bagi kelompok pemegang izin perhutanan sosial lainnya. Selepas ini seperti yang disuarakan jika membutuhkan pendampingan dukungan soal pupuk kompos, silakan menyurati dinas terkait. Dinas-dinas di sini juga memiliki program untuk mendukung perhutanan sosial, misalnya pengadaan bibit pada dinas tanaman pangan,” ujar Amsiridin.

Sementara itu secara terpisah Asrul Aziz Sigalingging, Koordinator Program KKI WARSI mengatakan, keberhasilan KTH padukuhan mandiri menerapkan agroforestri dan silvapastura secara mandiri dalam rangka jangka benah dan mencegah monokulturisasi ekspansi akasia dan eukaliptus oleh perusahaan HTI, tidak terlepas dari dukungan banyak pihak selama ini khususnya Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, KPHP Tebo Timur, dan BAPPEDA Kab.Tebo.
“Harapannya semua kerjasama dan dukungan selama ini tetap berjalan dan semakin menguat. Bupati Tebo sendiri telah menerbitkan Surat Instruksi Bupati Tebo Nomor: 050/072/BAPPEDA & LITBANG-2/XII/2020 tertanggal 23 Desember 2020 Perihal Dukungan Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Perhutanan Sosial di Kabupaten Tebo. Harapannya, kedepan Surat Instruksi dukungan perhutanan sosial ini dapat dipermanenkan menjadi PERBUP dan dimasukan dalam RPJMD Kab.Tebo atau RKP Daerah sehingga pengembangan Perhutanan Sosial paska izin menjadi berkesinambungan di Kabupaten Tebo,” tutupnya.