Masyarakat di sekitar Hutan Gambut Sungai Buluh merapatkan barisan menjaga kawasan hutan dan lahan. Musim kemarau panjang membuat lahan gambut rentan mengalami kebakaran. Terlebih HLG Sungai Buluh berada di sekitar kawasan gambut budidaya, sehingga salah kelola sedikit bisa mengancam bahaya.

Masyarakat di Lanskap Sungai Buluh berjibaku menjaga kawasan mereka dari api. Antara pemukiman dan kebun hanya berjarak selemparan batu. Kalau-kalau lahan terbakar, api akan sangat mudah mencapai pemukiman penduduk. Rumah-rumah yang rata-rata dibangun dari kayu akan sangat rentan. Karena itu, masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Peduli Api, Masyarakat Peduli Api (MPA), Desa Tanggap Bencana (Destana) secara mandiri melakukan patroli.

Pada akhir Agustus, terjadi kebakaran di kebun masyarakat di Desa Pematang Rahim. Kebakaran itu menghanguskan lebih kurang 3 hektar perkebunan salah seorang warga. Masyarakat Peduli Api langsung siap siaga memadamkan.

“Di Desa Pematang Rahim terjadi kebakaran pada akhir Agustus lalu, kami langsung siap siaga memadamkan. Berjaga dua hari 3 malam memastikan api benar-benar mati,” kata Syamsudin relawan MPA Pematang Rahim.

Aksi tanggap dari relawan ini membuat api berhasil dikendalikan. Masyarakat bergerak secara swadaya dengan peralatan yang ada. Untuk meningkatkan kewaspadaan, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi yang mendampingi desa di sekitar Sungai Buluh berkolaborasi dengan pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur mengadakan pelatihan untuk masyarakat untuk mitigasi kebakaran hutan dan lahan.

Kegiatan itu berlangsung di Muara Sabak diikuti oleh sebanyak 48 perwakilan masyarakat di Desa Sungai Beras, Pematang Rahim, Sinar Wajo, Pandan Lagam dan relawan Destana Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Melibatkan narasumber dari BPBD Kabupaten Tanjung Jabung Timur, DANDIM 0419, Manggala Agni Bukit Tempurung, Damkar Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Dinas Kesehatan Tanjung Jabung Timur, dan Tim Reaksi Cepat BPBD. Pelatihan ini mencakup pemahaman penyebab kebakaran hutan dan lahan, upaya mitigasi yang harus dilakukan saat terjadi kebakaran hutan, tata cara penggunaan alat pemadam api. Serta pedoman keselamatan bagi masyarakat yang bertugas memadamkan api

Pada kesempatan tersebut masyarakat juga menyampaikan kendala yang dihadapi di lapangan. Diantaranya keterbatasan alat yang ada di desa. Pun skema pelaporan yang harus ditempuh masyarakat apabila menemukan tindakan pembakaran lahan.

Selain itu, keberadaan sumur bor sebagai cadangan air ketika ada mitigasi kebakaran juga mengalami kendala. Di Desa Padan Lagam banyak sumur yang membutuhkan perbaikan.

“Ada 17 sumur bor yang tidak dirawat karena tidak adanya biaya untuk melakukan perawatan. Padahal desa kami berbatasan langsung dengan jalur gas sehingga sangat rentan mengalami kebakaran,” kata Budiono warga Desa Pandan Lagan.

Sementara itu, masyarakat yang berada di kawasan hutan juga turut melakukan upaya patroli dan penjagaan kawasan dari tindakan perambahan dari pihak luar. Masyarakat mengeluhkan perambahan yang terjadi di kawasan Hutan Desa Sinar Wajo.

“Kebakaran sering terjadi karena ada perambahan liar, namun tidak ada pengawasan dari instansi terkait, sehingga pembalakan merajalela. Banyak perambah yang masih terjadi,” kata Rasid MPA Desa Sinar Wajo.

Berbagai upaya mencegah timbulnya kebakaran lahan dan gambut, merupakan bentuk dukungan terhadap komitmen Indonesia menetapkan Net Zero Emission tahun 2060, dan Indonesia’s FOLU, Forest and Other Land Use, (pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan) Net Sink 2030.

“Pelatihan dan pendampingan yang kita lakukan bersama-sama merupakan upaya untuk menjaga dan mencegah lahan gambut dari kebakaran hutan dan lahan, akan berkontribusi penting dalam mencapai komitmen Indonesia di tataran global yang akan menjadi bagian penting Indonesia untuk berandil positif dalam penurunan emisi karbon,” kata Ade Candra Koordinator Program KKI Warsi.