Lebah beterbangan ketika topping (kotak madu) dibuka. Kantong-kantong madu nampak terisi penuh menandakan siap dipanen. Tidak hanya itu saja, telur lebah juga telah siap untuk dipindahkan ke stup madu lain. Pemandangan ini terlihat saat peserta pelatihan Bimbingan Teknis Budidaya Madu Kelulut yang diselenggarakan oleh uptd KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Malinau melakukan praktik di rumah Impung Lian, Kepala KPH Malinau.
Lebah Kelulut adalah jenis lebah heterotrigona yang sering dibudidayakan oleh masyarakat. Pasalnya, lebah tersebut minim perawatan, namun produktivitas tinggi. Stup yang telah dibuat tidak perlu perawatan khusus. Selain itu, stup madu bisa dipanen dua minggu sekali. Ditambah, permintaan madu di pasar juga tinggi. Hal ini disampaikan oleh Sugeng Jinarto, Pelatih Budidaya Madu kelulut dalam acara Bimbingan Teknis Budidaya Madu Kelulut di Hotel MC, Malinau Kota, Kalimantan Utara.
“Kelulut berukuran kecil dan tidak bersengat. Dengan ukurannya itu, mereka leluasa masuk ke dalam bunga untuk mengambil nektar, serbuk sari, dan resin atau getah. Selain itu, kualitas madunya juga lebih baik dari lebah besar,” ujarnya.
Sugeng Jinarto menuturkan Lebah Kelulut sangat cocok jika dibudidaya di dalam hutan. Lebah lebih mudah mencari pakan di dalam hutan yang lebih beragam. Alhasil, lebah yang di budidaya didalam hutan memiliki produktivitas yang cepat. Kantong lebah bisa terisi penuh dalam waktu satu minggu.
“Jika budidaya dilakukan di dalam hutan produktivitasnya sangat tinggi. Masyarakat jadi bisa panen madu setiap minggu. Satu topping madu bisa menghasilkan 300 ml dengan harga jual 100 ribu per 100 ml. Kalau masyarakat punya satu stup, mereka bisa mendapatkan penghasilan 300 ribu per minggunya,” tambahnya.
Antonius Mangiwa, Kepala Seksi Perlindungan KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem) dan Pemberdayaan Masyarakat KPH Malinau mengatakan pelatihan ini sebagai upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar Kawasan hutan. Selain itu, budidaya madu kelulut ini juga bisa memotivasi masyarakat menanam buah dan bunga di Kawasan hutan guna pakan lebah.
“Rencananya KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) yang sudah ada di desa, akan ada pengadaan madu kelulut setelah pelatihan ini. Jadi, kita benahi kemampuan sumber daya masyarakat jadi saat sudah ada bibit kelulutnya, masyarakat sudah punya kapasitas,” katanya.
Selanjutnya, Sainal Jamaluddin, Fasilitator KKI (Komunitas Konservasi Indonesia) Warsi menuturkan budidaya madu kelulut ini bisa mendukung kinerja KUPS Madu di Dua desa dampingan KKI Warsi, desa Laban Nyarit dan desa Punan Mirau. Oleh sebab itu, kolaborasi dengan UPTD KPH Malinau harus berkelanjutan.
“Setelah pelatihan ini, harapannya peserta bisa mengaplikasikannya ke KUPS madu yang ada di desa. Dengan begitu, masyarakat bisa merasakan langsung manfaat dari hasil hutan bukan kayu ini,” tuturnya.
Markus Aran, Bendahara LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa) Laban Nyarit mengaku termotivasi membudidayakan madu kelulut ini. Menurutnya, pakan lebah kelulut telah tersedia di hutan desa Laban Nyarit. Namun, dibutuhkan komitmen masyarakat untuk membudidayakan madu tersebut.
Pelatihan Bimbingan Teknis Budidaya Madu Kelulut ini diselenggarakan pada 30 Agustus sampai 02 September 2022. Kemudian, Peserta pelatihan ini berasal dari desa Laban Nyarit, Desa Punan Mirau dan desa Setulang.