Surga tersembunyi di balik pesona budaya dan alam suku Punan

Terdengar nyaring suara ketinting yang membelah sungai Malinau. Sesekali mata dimanjakan dengan satwa liar yang sedang minum di pinggir sungai. Jika beruntung, burung enggang kerap melintas di sepanjang sungai. 

Batu-batu di pinggir sungai memberikan kesan alami. Ditambah sungai yang berwarna hijau sebab pantulan pohon yang masih rindang. Motoris lihai memecah jeram dalam perjalanan. 

Tak mau kalah, seorang juru batu yang menahkodai perahu kayu menunjukan jalur lintas yang aman. Air yang memuncrat masuk ke dalam perahu dapat memacu adrenalin penumpangnya. Perjalanan sungai selama delapan jam, terasa singkat. 

Alih-alih disuguhkan perjalanan macet dengan polusi, perjalanan ini memberikan kesan asri dan damai. Atraksi wisata ini bisa dinikmati selama perjalanan menuju Desa Long Jalan, Kecamatan Malinau Selatan Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

Desa Long Jalan merupakan desa yang berada di paling hulu sungai Malinau. Desa yang juga disebut Desa Puten ini hanya bisa diakses menggunakan ketinting atau biasa dikenal dengan perahu bermotor. 

Meskipun, aksesnya sulit, tidak memadamkan semangat Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Ekowisata Desa Long Jalan. Mereka berpartisipasi aktif dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pemandu Wisata Alam yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Malinau di Hotel MC pada 23-27 Mei 2023.

Anye Irang, Ketua KUPS Ekowisata Long Jalan mengatakan desa Long Jalan memiliki kebudayaan Suku Punan yang masih kental. Banyak atraksi wisata budaya yang bisa dinikmati di Desa Long Jalan.

“Kami masih punya kebudayaan sebagai Suku Punan. Seperti cara menghidupkan api menggunakan batu. Kami merasa itu hal yang biasa dalam kebudayaan kami. Tapi, ternyata itu menjadi atraksi wisata yang bisa menarik pengunjung,” katanya.

Senada dengan Anye Irang, Ernianthy, anggota KUPS Ekowisata Long Jalan menuturkan selain potensi wisata budaya, Desa Long Jalan juga memiliki kekayaan alam yang bisa dinikmati di desa Long Jalan. Salah satu potensinya, masyarakat Suku Punan memiliki kepercayaan harus melindungi Pan atau air asin. 

Air asin adalah tempat minumnya satwa-satwa liar. Jika air asin hilang, maka hewan juga bisa hilang. Mereka juga dilarang membunuh hewan di air asin. Suku Punan percaya jika membunuh hewan di air asin atau hilangnya air asin akan membawa malapetaka. 

Air asin ini memiliki cerita kearifan lokal masyarakat dalam melindungi hutannya. Air asin ini juga ada di desa Long Jalan yang bisa dijadikan potensi wisata.

Nehemia Gurusinga, Pelatih Bimbingan Teknis Pemandu Wisata Alam menjelaskan untuk menjadi pemandu wisata alam dibutuhkan kemampuan interpretasi. Kemampuan ini adalah menghubungkan objek wisata dengan pengunjung.

“Dalam pemanduan wisata harus memastikan enam aspek yaitu aspek promosi Sumber Daya Alam (SDA), keunikan objek wisata, memperhatikan keamanan dan ketertiban pengunjung, kemudian kelestarian potensi SDA, memberikan pengalaman arti Pendidikan dan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan kegiatan kepariwisataan. Sehingga, memberikan pengalaman berkesan bagi wisatawan,” jelasnya.

Selanjutnya, Dodi Ir, Fasilitator Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Desa Long Jalan mengatakan potensi wisata yang ada di desa Long Jalan akan dikembangkan menjadi program wisata alam dan budaya. Hal ini guna meningkatkan perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

“Akses sulit menuju Desa Long Jalan, bukan menjadi kendala. Justru ini dapat dilihat menjadi ciri khas yang dimiliki desa Long Jalan.  Sebab, sensasi perjalanan selama delapan jam di atas perahu menyusuri sungai Malinau bisa memberikan pengalaman tersendiri bagi wisatawan. Kemudian, wisatawan bisa merasakan hidup berinteraksi langsung bersama masyarakat Suku Punan dalam mengenal budayanya,” tutur dia.