Program Perhutanan Sosial menunjukkan perkembangan yang makin baik. Di Sumatera Barat program ini berjalan dengan melibatkan para pihak. Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan program yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat dan melindungi hutan ini, tentu perlu adanya penyelarasan dan koordinasi program ini pada level kebijakan di tingkat daerah yang melibatkan para pihak.
Sebagai upaya untuk penyelarasan antara Perhutanan Sosial dengan kebijakan lokal di tingkat Kabupaten, telah dibangun kesepakatan oleh masing-masing Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) di wilayah Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan Revisi terhadap Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP). Hal ini merupakan tindak lanjut dari Kesepahaman Bersama (Memorandum of Understanding) antara Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat bersama Komunitas Konservasi Indonesia WARSI (KKI-WARSI).
Maka untuk menyukseskan inisiatif ini dan penyampaian draft final RPHJP dari masing-masing KPH, KKI WARSI bersama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat mengadakan “Workshop Penyampaian Draft Final Revisi dan Review Rencana Pengelola Hutan Jangka Panjang.”
“Sejauh ini, telah terdapat 4 (empat) KPH yang akan melakukan revisi RPHJP dan 3 (tiga) KPH yang akan melakukan review Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP). Adapun KPH yang terlibat pada proses revisi dan review ini adalah KPHP Pesisir Selatan, KPHL Solok, KPHL Bukit Barisan, KPHL Lima Puluh Kota, KPHL Pasaman Raya, KPHL Agam Raya, dan KPHL Hulu Batanghari,” kata Yozarwardi, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat, Rabu (15/5/2019).
Proses revisi dan review yang dilakukan oleh masing-masing KPH telah melalui analisa dokumen, analisis peta dan juga groundcheck ke wilayah kelola untuk pelengkapan data. “Sebab, masih banyak wilayah dan potensi yang belum terakomodir dalam RPHJP, seperti masih banyaknya terjadi Overlay antara perhutanan sosial dengan blok perlindungan. HCV (High Conservation Value) juga menjadi pertimbangan penting dalam pengubahan RPHJP. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Revisi RPHJP seperti tata batas hutan, rencana pengelolaan, dan konservasi,” terangnya.
Menanggapi usulan agar diakomodirnya Perhutanan Sosial dalam RPHJP, Yozarwardi menyebutkan agar PIAPS (Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial) di revisi. “Dalam beberapa jenis skema Perhutanan Sosial, setelah dicermati ternyata PIAPSnya harus direvisi karena overlay dengan wilayah pemukiman. Sehingga, areal itu harus dikeluarkan terlebih dahulu dari PIAPS. Baru setelahnya skema Perhutanan Sosial bisa diterapkan,” kata Yozarwardi.
Sementara itu, Dwi Prabowo, selaku Kasubdit Pemolaan KPHL (Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung) menyebutkan bahwa sinergi antara Perhutanan Sosial dan RPHJP sudah menjadi pembahasan antara Dirjen KPHL dan Dirjen PSKL (Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan). Bahwa kedepannya agar RPHJP dan Perhutanan Sosial harus saling bersinergis dan akomodatif.
“Mengenai blok inti, kami sudah rapat dengan dirjen PSKL untuk membuat sinergi RPHJP dengan PS yang terkait dengan kegiatan dan PIAPS. PIAPS yang sudah ditetapkan, setiap 6 bulan sekali dapat dilaksanakan revisi. Jika saat revisi PIAPS suatu KPH sudah memiliki RPHJP, maka PIAPS akan mengikuti batas KPH. JIka masuk blok inti yang fungsinya hutan lindung, Perhutanan Sosial harus mengikuti kaidah hutan lindung. Walaupun ada perubahan, aspek dari jenis hutan harus tetap dilaksanakan,” terangnya.
Pada prinsipnya, Revisi RPHJP oleh KPH di Sumbar merupakan inisiatif yang sudah lama ingin dilakukan oleh masing-masing KPH. Namun, banyaknya kendala teknis yang terjadi menyebabkan inisiatif tersebut tidak terlaksana. Bahkan ada beberapa KPH yang sudah melakukan Review RPHJP, namun review tersebut sama sekali belum mengakomodir Perhutanan Sosial.
“Rencana KPH dengan Warsi sudah sejalan. Revisi terakhir terhadap dokumen RPHJP dilakukan tahun 2016, dan memerlukan revisi mengikuti perkembangan. Sementara itu, ada tiga KPH yang sudah melakukan review dokumen RPHJP tahun 2018, yaitu KPH Hulu Batang Hari, KPH Pasaman Raya, dan KPH Agam Raya, namun dokumen review RPHJP KPH tersebut belum mengakomodir kebijakan Perhutanan Sosial. Sehingga kesepakatan antara WARSI dan Dishut menjadi penting untuk dilaksanakan,” tutup Leni Permata Sari, selaku Dinamisator KKI WARSI.