Kabupaten Merangin Provinsi Jambi menjadi percontohan terkait peran Kabupaten dalam mendorong pengelolaan perhutanan sosial. Sejak tahun 2021, pemerintah melalui Surat Keputusan Bupati memberikan dana afirmasi kepada 22 desa yang mendapat izin mengelola perhutanan sosial. Dana afirmasi tersebut ditujukan sebagai apresiasi dan dukungan kepada masyarakat yang sudah menjaga hutan.

“Kita apresiasi masyarakat yang bisa mengelola hutannya berupa dana afirmasi. Atau dana yang bersifat apresiasi pada kegiatan yang positif,” ujar Kepala Dinas PMD Kabupaten Merangin Andrie Fransusman.

Ada pun dana afirmasi berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD). Andrie Fransusman mengungkapkan pemberian dana afirmasi menyesuaikan kondisi fiskal, tiap tahunnya Kabupaten Merangin memiliki ADD 73 – 79 M per tahunnya. Penganggaran dana afirmasi untuk perhutanan sosial merupakan dana diluar penghasilan (Siltap) yang harus dibayarkan desa tiap bulannya.

“Kita di Kabupaten Merangin memiliki 205 desa. Pengelolaan dana afirmasi ini adalah contoh bagaimana mengelola dana yang sedikit memberikan manfaat yang maksimal,” ujarnya.

Sejauh ini pengalokasikan dana telah berlangsung selama 3 tahun dengan jumlah yang meningkat pada tiap tahunnya. Pada tahun 2023 pemerintah mengalokasikan 50 juta per lembaga pengelola perhutanan sosial. Dana afirmasi tersebut dialokasikan digunakan untuk penguatan kelompok pengelola perhutanan sosial, operasional, dan biaya pengamanan hutan.

“Bagi desa yang concern akan capaiannya akan diberikan afirmasi/reward lagi. Sebagai motivasi secara sederhana untuk bisa lebih meningkatkan upaya mereka lebih baik kedepannya. Lalu akan dievaluasi, bagi desa yang tidak memanfaatkan dengan baik akan dihapus,” katanya.

Sementara itu, keberadaan dana afirmasi dirasakan dampak baiknya bagi masyarakat pengelola hutan yang berada di Kabupaten Merangin. Salah satunya Desa Beringin Tinggi, Kecamatan Beringin Tinggi, dana afirmasi digunakan untuk pengelolaan potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang berkontribusi bagi pendapatan desa.

“Dana Afirmasi ini sangat mendukung dalam pengelolaan Perhutanan Sosial karena banyak potensi yang bisa dikembangkan dalam wilayah Perhutanan Sosial, seperti wisata dan hasil hutan bukan kayu. Harapannya dana Afirmasi ini bisa lebih ditingkatkan nominalnya,” ujar MHD Amadi

Menyebarkan praktik baik, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mempertemukan masing-masing pemerintah daerah melalui lokakarya “Peluang Dukungan Keuangan Daerah untuk Perhutanan Sosial”. Kegiatan ini diikuti oleh Dinas Pemberdayaan Desa (PMD), Tenaga Ahli Pemberdayaan, dan pemerintah desa yang berada di 9 Kabupaten di Jambi.

“Membicarakan perhutanan sosial saat ini bukan lagi soal resolusi konflik semata. Akan tetapi sebagai instrumen untuk mengatasi persoalan kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat di sekitar hutan. Oleh karena itu harus melibatkan lintas sektor. Harapannya Kabupaten lain dapat mereplikasi baik dalam bentuk dana afirmasi, maupun dukungan lain,” kata Direktur KKI Warsi Adi Junedi.

Sementara itu, di Provinsi Jambi saat ini telah mendapatkan  425 SK perhutanan sosial dari Kemnterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dari jumlah wilayah sebanyak 216.375,9 H sudah dikelola oleh masyarakat.  Pasca izin Perhutanan Sosial, terdapat beberapa usaha yang sudah dijalankan oleh penerima izin perhutanan sosial.  Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa lokasi terbukti mampu mempertahankan kerusakan kawasan hutan dan bahkan meningkatkan tutupan hutan, serta mampu menumbuhkan sumber-sumber ekonomi masyarakat untuk kesejahteraannya.

“Kunci sukses perhutanan sosial adalah penguatan kelembagaan, proses perizinan itu cepat, namun pasca izin butuh supporting dari berbagai sektor. Salah satunya melalui pemanfaatan dana desa,” kata Kabid Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat dan Hutan Adat (PPMA) Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Bambang Yulisman.

Senada dengan itu, Dra Luthpiah Kadis DP3AP2 pengelolaan usaha berbasis perhutanan sosial dapat diintegrasikan dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Hal ini menjadi peluang bagi kelompok usaha berbasis potensi hutan untuk berkolaborasi dalam pengembangan usaha seperti ekowisata, jasa lingkungan, pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), agroforestry, agrosilvopastura dan kerajinan ramah lingkungan yang berhasil meningkatkan nilai tambah pendapatan masyarakat.

“Terbuka peluang bagi desa untuk berinovasi pengelolaan dana desanya untuk kegiatan perhutanan sosial,” katanya.

Lokakarya menjadi ruang diskusi bagi pemerintah daerah di 9 Kabupaten untuk saling belajar bagaimana pengelolaan perhutanan sosial. Pada kesempatan itu juga turut bergabung Dinas PMD dari Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Banyak kabupaten yang kemudian berkomitmen merealisasikan hal serupa di masing-masing kabupatennya.

“Menjadi masukan yang baik bagi kami di Kerinci. Kalau kami bisa mengadopsi Perbub Merangin  untk kabupaten Kerinci.Kami yakin dengan praktik baik, kami juga bisa mengelola dana desa dengan baik,” ujar Rones Setiawan Tenaga Ahli Kabupaten Kerinci.