Hutan merupakan sumber daya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya dan sangat penting bagi seluruh umat manusia.  Kekayaan alam yang terdapat dapat memberikan perlindungan dan penghidupan bagi makhluk hidup di bumi ini terutama bagi umat manusia baik yang bersinggungan langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu layak disebutkan hutan sebagai paru-paru dunia.

Akan tetapi kondisi hutan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan karena derasnya laju degradasi dan deforestasi. Sejak 10 tahun terakhir telah disadari bahwa laju degradasi hutan cukup tinggi yakni  laju kerusakan 1,08 juta ha/tahun dan lahan kritis 30,197 juta ha. Persoalan mendesak di sektor kehutanan saat ini cukup kompleks seperti; (a) semakin kurang berkembangnya investasi; (b) rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman; (c) minimnya pengendalian pembalakan dan perdagangan kayu liar, (d) meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola dengan baik (e) merosotnya perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang diindikasikan dengan masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat di sekitar hutan. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat  25.863 desa di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang terdiri dari 9,2 juta rumah tangga, dengan 1,7 juta rumah tangga yang ada di kawasan hutan yang masuk dalam kategori keluarga miskin (www.mediaindonesia.com 10 maret 2019).

Di sisi lain, perkembangan dunia Internasional dengan isu perubahan iklim terus mendorong Pemerintah Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki hutan terluas, untuk berbuat lebih dalam melakukan mitigasi perubahan iklim di bidang kehutanan dalam hal ini pengurangan emisi dari degradasi dan deforestasi (REDD+). Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya pada kesepakatan-kesepakatan internasional mengenai perubahan iklim dengan menerbitkan Undang-undang No . 16 Tahun 2016 mengenai Kesepakatan Paris terhadap Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai perubahan iklim. Komitmen untuk mengurangi perubahan emisi gas rumah kaca telah dipertegas dalam Kontribusi yang ditentukan secara nasional (Nationally Determined Contribution / NDC) Indonesia. Pada tahun 2030 Pemerintah Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi sebesar 29 % dengan upaya sendiri dan sampai 41 % tergantung kepada tingkat kerjasama internasional melalui pengurangan emisi disektor kehutanan, energi, transportasi, limbah, industri dan pertanian.

Hutan Indonesia merupakan sumber daya nasional yang sangat penting yang harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, dan bukan hanya menguntungkan individu dan kelompok. Oleh karena itu pemanfaatan sumber daya alam seperti hutan hendaknya dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki secara penuh. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melaksanakan Program Perhutanan Sosial sebagai sebuah komitmen untuk melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam mengembangkan kemampuannya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan secara adil dan ramah lingkungan, dengan harapan tercapainya keamanan sosial dan kesejahteraan ekonomi.

Sejatinya konsep partisipasi masyarakat sendiri sudah dimulai dengan munculnya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat oleh Perum Perhutani. Namun hal tersebut terbatas pada daerah areal kerja Perhutani yang pada umumnya di Pulau Jawa.  Seiring perjalanan waktu, konsep Pengelolaan Hutan Bersama masyarakat oleh Perhutani yang dijalankan oleh Perhutani sejak 2001 berdasarkan pada keputusan Dewan Pegawas No 136/Kpts/DIR/2001 mulai diadopsi ke dalam beberapa bentuk, dengan munculnya istilah PSHBM, PDMH. Kemudian paradigma pembangunan kehutanan yang lebih menitik beratkan pada paradigma pengelolaan hutan oleh masyarakat semakin berkembang yang sering kali disebut dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM)  atau biasa disebut sebagai Community Based Forest Management (CBFM) atau saat ini dikenal juga dengan istilah Perhutanan Sosial.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan 12,7 juta hektar lahan hutan untuk dapat diakses oleh masyarakat melalui Perhutanan Sosial. Perioritas nasional Perhutanan Sosial mencakup kegiatan pemberdayaan masyarakat, kewirausahaan masyarakat, pengembangan kelompok ekonomi dan mata rantai nilai, meningkatkan produktivitas, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat, dan mencegah terjadinya konflik terkait pengelolaan sumber daya alam.

Program Perhutanan Sosial memberikan peluang dibukanya ruang bagi pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sektor kehutanan. Terdapat lima jenis skema Perhutanan Sosial seperti Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan dan Hutan Adat. Diberikan ruang ini diharapkan dapat menyelesaikan konflik-konflik penguasaan atas hutan. Karena salah satu prinsip dari Perhutanan Sosial adalah aspek keadilan ekonomi, melalui 1) kemudahan akses terhadap lahan, 2) kesempatan berusaha bagi masyarakat, dan 3) peningkatan sumber daya manusia pedesaan melalui pelatihan keterampilan dan peningkatan pengalaman dengan sektor bisnis dan swasta.

Peluang dan Partisipasi Masyarakat Menjaga dan Mengelola Kawasan Hutan

Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam yang besar baik berupa kawasan hutan dan lahan gambut. Luasan Hutan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tercatat 276.686 Ha, dari luasan kawasan hutan tersebut 40% di antaranya adalah kawasan hutan lindung gambut dan hutan produksi. Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dan lahan gambut sebahagian besar mempunyai keterkaitan dengan sumber daya alam yang ada di dalam dan di luar kawasan hutan, baik dari hasil hutan kayu maupun non kayunya, sehingga secara tidak langsung mempunyai hubungan yang erat dengan hutan.

Hutan lindung mempunyai peran strategis dalam melindungi ekosistem dan daya dukung lingkungan hidup. Ekosistem gambut memiliki ciri khas tersendiri, salah satunya adalah mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menahan air. Karena itu, ekosistem gambut berperan sebagai zona penyangga hidrologis bagi kawasan sekitar. Di samping itu, ekosistem gambut juga menyimpan karbon yang tinggi, sehingga dapat mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca. Namun demikian, lahan gambut juga rentan terhadap kerusakan apabila tidak dikelola dengan tepat, seperti penurunan permukaan gambut, deforestasi dan kebakaran hutan dan lahan gambut.

Telah banyaknya peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah sejak tahun 1990, pengolahan lahan gambut untuk menyiapkan lahan pertanian ataupun perkebunan dengan cara pembuatan drainase gambut masih sering dilakukan baik oleh perusahaan ataupun masyarakat. Hal ini akan berakibat pada pengeringan lahan gambut, sehingga meningkatkan potensi kebakaran. Seperti yang kita tahu bahwa kebakaran di lahan gambut berpotensi menyebabkan bencana alam yang bukan hanya menimbulkan kerugian secara ekologi saja, namun juga secara ekonomi dan sosial baik sekala lokal, regional  bahkan nasional.

Desa Pematang Rahim Kecamatan Mendahara Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah salah satu desa yang berada di sekitar kawasan Hutan Lindung Gambut (HLG) Sungai Buluh. HLG Sungai Beluh merupakan satu-satunya kawasan hutan lindung gambut yang masih cukup bagus ekosistemnya di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Untuk itu melalui kebijakan pemerintah melalui program Perhutanan Sosial dengan memberikan peluang partisipasi masyarakat dalam mengelola kawasan hutan, maka pada tahun 2016, Desa Pematang Rahim telah mengusulkan kawasan HLG Sungai Buluh untuk dapat dikelola oleh masyarakat skema Hutan Desa.

Hutan Desa menjadi salah satu pilihan yang disepakati oleh masyarakat Desa Pematang Rahim, hal ini dikarenakan fungsi kawasan yang diusulkan adalah Hutan Lindung Gambut. Selama 1 tahun melalui proses administrasi akhirnya pada tahun 2017 pemerintah telah menyetujui dan memberikan izin kepada masyarakat desa Pematang Rahim untuk dapat berpartisipasi dalam menjaga dan mengelola kawasan HLG Sungai Buluh dengan nomor izin SK.5694/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/10/2017 pada tanggal 26 Oktober 2017 seluas ± 1.185 Ha. Kemudian dokumen legalitas pengelolaan Hutan Desa (HPHD) ini langsung diserahkan oleh Presiden Republik Indonesia melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Pematang Rahim pada tanggal 26 Desember 2018, hal inilah yang kemudian menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat desa Pematang Rahim.

Pemberian izin HPHD ini menunjukan betapa pentingnya kawasan HLG Sungai Buluh ini sehingga pemerintah menaruh perhatian yang besar dengan memberikan izin pengelolaan hutan kepada masyarakat desa Pematang Rahim. Selain itu kawasan gambut saat ini merupakan kawasan yang dilindungi oleh pemerintah melalui komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, sehingga besar harapan bahwa ke depan kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat desa Pematang Rahim dengan skema hutan desa ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan nilai-nilai yang positif bagi pembangunan di desa.

Peran Masyakarakat Pasca Diberikan Izin

Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dalam pengelolaannya dilakukan oleh lembaga desa dengan tujuan untuk menyejahterakan suatu desa. Desa Pematang Rahim saat ini telah memiliki lembaga pengelola hutan desa (LPHD). LPHD dibentuk melalui musyawarah desa yang kemudian disahkan oleh Kepala Desa. LPHD dibentuk untuk diberikan amanah dalam menjaga, mengelola dan memanfaatkan kawasan izin hutan desa dengan harapan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan di Desa Pematang Rahim.

Pasca diberikan izin dan dibentuknya LPHD, tugas pertama yang dilakukan adalah menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD). Saat ini lembaga pengelola telah memiliki RPHD selama kurun waktu 10 tahun yang dimulai dari tahun 2019 – 2029. Penyusunan RPHD dilakukan secara partisipatif bersama unsur masyarakat dan pemerintah desa. Di dalam RPHD terdapat lima rencana kegiatan seperti : a) Konservasi, perlindungan dan Pengamanan kawasan Hutan, b). Pemanfaatan dan Pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK), c) Pemanfaatan kawasan hutan, d) Pemanfaatan Jasa Lingkungan, dan e) Pengembangan kelembagaan.

Penyusunan RPHD ini dibuat berdasarkan potensi sumber daya alam yang ada di desa. Potensi sumber daya alam dari sektor perkebunan adalah kelapa sawit.  Potensi pertanian dan perikanan sangat minim di desa. Sebelum tahun 1990 an, desa Pematang Rahim termasuk salah satu desa penghasil padi, hanya saja karena banyaknya alih fungsi lahan untuk sektor perkebunan maka tanaman padi pun berangsur menghilang. Sementara itu pada sektor kehutanan, desa Pematang Rahim cukup menjanjikan, dengan adanya izin hutan desa seluas ± 1.185 Ha, masyarakat desa dapat mengelola kawasan hutan ini untuk memberikan nilai ekonomi serta sosial yang baik bagi tanpa merusak ekosistem yang ada di dalamnya.

Kondisi Kawasan HD  Pematang Rahim keseluruhannya adalah tutupan hutan dan kesemuanya berada di dalam kawasan hutan dengan fungsi hutan lindung gambut, sehingga telah disepakati bersama bahwa keseluruhan kawasan HD dijadikan menjadi satu zona saja, yaitu zona pemanfaatan jasa lingkungan dan HHBK. Dalam menjalankan rencana kerja yang telah disepakati bersama, satu demi satu rencana kerja telah direalisasikan oleh LPHD walaupun izin pengelolaannya masih berjalan selama dua tahun. Berikut adalah peran dan realisasi rencana kerja yang telah dilakukan oleh LPHD dan Masyarakat desa Pematang Rahim.

  1. Konservasi, perlindungan dan pengamanan kawasan hutan.

LPHD telah melakukan pemasangan patok penanda batas kawasan hutan desa. Patroli kawasan dari ancaman ilegal logging dan kebakaran hutan juga sudah dilakukan. Tidak dapat dipungkiri, HLG Sungi Buluh adalah kawasan hutan tersisa di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang tutupan hutannya masih cukup bagus dibandingkan dengan kawasasan hutan yang lainnya, sehingga kebutuhan akan kayu cukup tinggi. Dulu kegiatan ilegal logging cukup tinggi, karena dulunya kawasan ini merupakan eks HPH Betara Timber yang bergerak di bidang pemanfaatan kayu, sehingga budaya dalam melakukan penebangan kayu biasa dilakukan oleh masyarakat. Pasca ditetapkannya sebagai kawasan HD, dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat dan dilakukannya patroli kawasan maka kegiatan ilegal logging berangsur berkurang. Peranan LPHD dalam melakukan pengamanan kawasan hutan dari kebakaran juga cukup nyata dapat dilihat. Kawasan HD Pematang Rahim pasca diberikan izin tidak terjadi kebakaran. Karena kondisi gambutnya yang relatif terjaga kelembapannya sepanjang tahun.

  • Pemanfaatan Jasa Lingkungan

Hutan Desa Pematang Rahim cukup berbeda dengan dua hutan desa yang lebih dahulu mendapatkan izin pada lanskap Sungai Buluh. Dimana HD Pematang Rahim keseluruhannya adalah tutupan hutan dan tidak ada pembukaan lahan. Sehingga penekanan kegiatannya lebih kepada pemanfaatan jasa lingkungan dan HHBK nya saja.

Upaya untuk mendukung kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan hutan desa di Desa Pematang Rahim tidak luput dari adanya pendampingan baik dari lembaga-lembaga swasta, universitas, dan pemerintah baik pusat maupun daerah. Pendampingan bagi kelompok masyarakat yang telah mendapatkan izin, utamanya dilakukan dalam bentuk pengembangan usaha untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan usaha dan atau kewirausahaan. Oleh karena itu di Desa Pematang Rahim juga didorong untuk membentuk kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS).

Dalam RPHD yang telah di buat, bentuk pemanfaatan jasa lingkungan fokus kepada pengembangan ekowisata berbasis konservasi. Kegiatan ini juga sudah terintegrasi ke dalam rencana pembangunan desa yang dimasukkan ke dalam kegiatan Program Inovasi Desa, dan akan dimulai untuk direalisasikan pada tahun 2020 ini.

Pada tahap pertama untuk membangun pondasi ekowisata ini KUPS Kebon Sari desa Pematang Rahim telah mendapatkan bantuan stimulan dari kegiatan Pengembangan Perhutanan Sosial Nusantara (Bang Pesona). Kegiatan Bang Pesona ini merupakan salah satu kebijakan ekonomi produktif melalui Kementerian LHK. Kebijakan ini dituangkan dalam bentuk kegiatan Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi (PPMPBK)[1] yang dimulai pada tahun 2015 – 2016, dan 2017 disebut dengan Bang Pesona.

Bantuan ekonomi produktif dapat diberikan kepada KUPS, untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola potensi sumber daya alam menjadi usaha yang mempunyai nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan. Bantuan stimulus yang diperoleh adalah pendanaan sebesar Rp. 50.000.000,-. Bantuan tersebut digunakan oleh KUPS dan LPHD untuk membangun infrastruktur ekowisata. Ada beberapa infrastruktur yang sudah dibangun dari bantuan tersebut, diantaranya ; gerbang ekowisata, papan nama, jalur tracking, rumah pohon, selfi zone dan toilet.

Kerjasama antara parapihak dalam pendampingan kelompok pemegang izin perhutanan sosial memang perlu dilakukan. Sehingga kebijakan dari pemerintah bisa bersama-sama diwujudkan. Seperti halnya desa Pematang Rahim, sejak dari pengusulan izin hutan desa sampai saat ini juga didampingi secara intensif oleh lembaga di luar pemerintah yaitu KKI Warsi, namun mempunyai tujuan yang sama. Dalam melakukan fasilitasi pendampingan KKI Warsi juga mendorong dan membantu merealisasikan program-program pemerintah seperti salah satunya Bang Pesona.

Dalam melakukan fasilitasi pendampingan, KKI Warsi juga memberikan dukungan pendanaan untuk menambah pondasi kegiatan usaha di bidang ekowisata ini. Dukungan yang telah diberikan diantaranya adalah penyusunan masterplane ekowisata, pembangunan infrastruktur ekowisata dan penguatan kelembagaan. Untuk infrastruktur ekowisata yang sudah dibangun adalah saung, jalan tracking, selfi zone, tempat sampah, dan papan peringatan. Selain itu KKI Warsi juga telah memberikan fasilitasi untuk penguatan kelembagaan salah satunya dalam bentuk pelatihan pengelolaan ekowisata.

Komitmen dari pemerintah desa dalam pengembangan ekowisata berbasis konservasi ini diharapkan nantinya dapat memberikan nilai yang nilai baik bagi desa Pematang Rahim, baik langsung kepada masyarakatnya maupun ke dalam pembangunan desanya. Untuk itu melalui Program Inovasi Desa ini, kegiatan ekowisata berbasis konservasi dapat memberikan kontribusi untuk menambah pendapatan asli desa. Sehingga nantinya ekowisata ini akan dijadikan sebagai salah satu unit usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Desa Pematang Rahim.

Pengembangan ekowisata berbasis konservasi yang dilakukan di lahan gambut ini diharapkan akan menjadi satu contoh dalam pengelolaan kawasan hutan gambut secara berkelanjutan. Sehingga selain memberikan nilai ekonomi dan sosial, ekosistem kawasan pun juga tetap terjaga dengan baik. Kegiatan pengembangan ekowisata berbasis konservasi ini diharapkan juga dapat menghindari dari pembukaan lahan dan terjadinya kebakaran hutan dan lahan khususnya di wilayah gambut. Sehingga upaya pemerintah dalam menurunkan NDC di Indonesia dapat tercapai.


[1] PPMBK adalah bantuan pemerintah yang ditujukan untuk melaksanakan
kegiatan di pedesaan yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
pedesaan dan pendapatan kelompok masyarakat melalui kegiatan aneka usaha
perhutanan berbasis konservasi. PPMPBK pada dasarnya adalah kegiatan
pemberdayaan masyarakat melalui program perhutanan sosial berbasis konservasi
berupa penanaman wanatani (agroforestry) yang
dapat dilengkapi dengan kegiatan pembuatan/pemeliharaan bangunan konservasi
tanah dan air serta aneka usaha kehutanan berupa pengembangan HHBK dan komoditi
peternakan/perikanan. Kegiatan ini diutamakan diperuntukkan bagi kelompok
masyarakat di areal perhutanan sosial.