Setiap tanggal 22 April, dunia internasional secara bersama menyambut hari bumi. Berbicara mengenai bumi, tentu kita tak akan bisa lepas dari makhluk serta apapun yang ada di dalamnya, termasuk manusia. Hubungan antara manusia dengan alam menjadi suatu hal yang penting dalam menjaga bumi. Manusia sebagai makhluk berakal di muka bumi ini tentu seharusnya dapat dengan arif dan bijak dalam menjaga hubungannya dengan alam, baik itu dalam hal mengelola ataupun menjaganya. Manusia yang memiliki akal serta pikiran yang paling baik dibanding makhluk hidup lain tentu lebih memiliki peran besar entah itu peran baik ataupun buruk terhadap apa yang terjadi di bumi ini. Baik itu udara, air, hingga hutan merupakan elemen penting dalam hal menjaga bumi.
Hutan tentu memiliki peranan yang besar untuk kelangsungan makhluk hidup yang ada di bumi. Sehingga dalam pengelolaan serta penjagaannya harus dilakukan dengan serius. Segala hal yang dapat menjadi ancaman yang sebagian besar merupakan akibat dari keserakahan manusia haruslah dapat dicegah serta diminimalisir untuk terjadi ke depannya. Salah satu ancaman nyata terhadap hutan adalah ancaman deforestasi yang masif dilakukan baik itu untuk keperluan industri ataupun untuk keperluan lainnya. Menurut rilis resmi yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) sampai 2017 luas tutupan hutan di Indonesia mencapai 125.922.474 hektare, padahal dari data yang dirilis 2015 lalu luas tutupan hutan di Indonesia masih berkisar di angka 128 juta hektare (beritagar, 4/4/2018) yang berarti dalam kurun waktu dua tahun ada lebih dari 2 juta hektare luas tutupan hutan yang hilang. Tentu saja laju deforestasi terjadi karena pembalakan liar, kebakaran hutan, perambahan hutan dan alih fungsi hutan. Data tersebut dapat menjadi bukti bahwa deforestasi di Indonesia masih merupakan suatu ancaman yang serius.
Indonesia merupakan salah satu negara yang telah aktif berperan dalam negosiasi terkait hutan dan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, role of conservation, sustainable management of forest and enhancement of forest carbon stocks in developing countries) yang menjadikan isu deforestasi merupakan suatu isu yang penting dalam hal untuk pengurangan emisi melalui hutan. Melalui info yang terdapat di dalam website KLHK, pada 2015 lalu melalui pernyataan yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) menyebutkan bahwa Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebanyak 29% hingga tahun 2030, dengan 17% berasal dari sektor hutan. Indonesia dituntut untuk dapat mencari solusi agar dapat mengurangi deforestasi serta degradasi hutan sembari tetap melaksanakan pembangunan nasionalnya.
Menjaga hutan bukan berarti tidak boleh menyentuh hutan sama sekali. Dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya, Indonesia harus lebih pintar dalam mengelola serta memanfaatkan hutan agar dapat menjadi salah satu kunci dalam peningkatan perekonomiannya. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan keberadaannya. Maka dari itu, manusia tidak akan bisa terlepas dari hutan. Pemanfaatan hutan secara bijak merupakan satu-satunya jalan untuk menjembatani kepentingan manusia akan hutan.
Pengelolaan serta pemanfaatan hutan secara arif dan bijaksana dengan tetap memperhatikan fungsi hutan dapat menjadi jalan keluar. Perhutanan sosial merupakan salah satu upaya untuk mengurangi deforestasi serta degradasi hutan di Indonesia. Lima skema yang terdapat dalam perhutanan sosial: yaitu hutan adat, hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, dan kemitraan kehutanan, telah menjadi jalan keluar bagi masyarakat yang ada di sekitar hutan untuk meningkatkan perekonomiannya dengan memanfaatkan hutan yang ada tetapi tidak mengurangi ataupun menghilangkan fungsi dari hutan tersebut. Hal itu telah menjadi suatu jalan tengah agar kepentingan masyarakat serta kepentingan negara dalam merawat hutan untuk menjaga komitmennya dalam mengurangi emisi dapat terpenuhi.
Selain itu pemerintah sebenarnya telah membuat rencana serta kebijakan dengan tujuan untuk melestarikan hutan serta memperbaiki lahan yang telah terdegradasi. Pemerintah menargetkan deforestasi hutan akan ditekan hingga menyentuh angka 325.000 hektare per-tahun pada tahun 2030 dengan pertimbangan bahwa luas hutan yang mengalami deforestasi tersebut digunakan untuk melaksanakan pembangunan nasional berupa infrastruktur dan fasilitas masyarakat lainnya. Selain itu pemerintah juga merencanakan pengelolaan serta pemanfaatan hutan secara lestari seperti dengan mendorong perhutanan sosial agar pemanfaatan hutan tersebut dapat tetap memprioritaskan serta menjaga fungsi hutan. KLHK sejak 2016 hingga 2019 ini telah menargetkan bahwa akan dilegalisasi 5 skema perhutanan sosial yang ada sebanyak 12,7 juta hektare sehingga masyarakat juga merasakan dampak ekonomi dari keberadaan hutan tersebut. Selain itu pemerintah juga akan melakukan rehabilitasi lahan yang telah terdegradasi sebanyak 12 juta hektare pada tahun 2030. Hal tersebut menandakan bahwa pemerintah akan melakukan rehabilitasi lahan sebesar 800.000 hektare setiap tahunnya (Workshop KKI Warsi, 04/04/2019).
Komitmen dari pemerintah serta dukungan dari masyarakat luas tentu saja menjadi suatu hal yang penting agar keberadaan hutan di Indonesia dapat terjaga. Dibutuhkan keseriusan dari pemerintah agar terus memperhatikan laju deforestasi yang masif terjadi di Indonesia. Kebijakan serta payung hukum yang telah dibuat harus dilaksanakan dengan baik serta pengawasan dalam pelaksanaannya tersebut juga harus serius. Jangan sampai keserakahan manusia yang ada pada saat sekarang ini menjadikan anak cucu kita suatu saat nanti menjadi korban akibat dari pengrusakan hutan yang terjadi. Pepatah lama menyebutkan ‘jika pohon terakhir telah ditebang, tetes air terakhir telah tercemar, ikan terakhir telah ditangkap, barulah manusia sadar bahwa uang tidak bisa di makan’. Selamat Hari Bumi. (Wahyu Priyanto)