Gaharu tumbuh subur di kebun milik Roni Kirut. Batangnya berdiameter sekitar 40 cm, daunnya rimbun dan bercabang banyak. Sebanyak 100 pohon gaharu jenis lelah dan tengon telah ia budidaya di kebunnya sendiri.
Roni Kirut adalah warga desa Long Pada, Sungai Tubu, Malinau, Kalimantan Utara. Sejak 2006, ia telah membudidayakan gaharu. Hal ini dikarenakan gaharu alam semakin sulit didapatkan di dalam hutan. Biasanya, ia hanya melukai pohon untuk merangsang produksi resin gaharu.
“Kualitas gaharu yang kami tanam biasanya ada di grade 3 dan 4. Maunya ada inokulasi untuk merangsang percepatan produksi resin gaharu, sekaligus meningkatkan kualitas gaharu untuk naik grade, tapi kami belum ada yang bisa melakukan inokulasi,” ujarnya.
Berbeda dengan Roni Kirut, Markus Ngang, warga desa Long Lake juga telah membudidayakan gaharu di kebunnya. Sayangnya, gaharu yang ia budidaya gagal.
“Saya coba menanam gaharu 20 batang di kebun. Tapi gaharu yang saya tanam mati dan tidak tumbuh,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Dinas Kehutanan Kalimantan Utara memberikan pelatihan Sosialisasi Pengembangan Usaha Kelompok Perhutanan Sosial dan Pelatihan Budidaya Pohon Penghasil Gaharu ke Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di Hotel MC, Malinau Kota, Kalimantan Utara (27-29 September 2022). LPHD yang mengikuti pelatihan ini diantaranya dari desa Long Pada, Long Nyau, Long Jalan, Long Lake, Punan Mirau, Laban Nyarit, Setulang, Berini dan Long Kemuat.
Proses inokulasi diawali dengan melakukan pengukuran diameter keliling batang pohon pada ketinggian 20 cm. Misalnya, diameter keliling 60 cm dan jarak antar lubang bor 20 cm, maka lubang bor yang dibuat sebanyak 3 titik (60 cm : 20 cm = 3 titik pengeboran).
Selanjutnya, pengeboran pada titik yang telah ditentukan menggunakan mata bor ukuran 12 mm. Kemudian, membuat lubang bor lagi ke atas yang letaknya tepat di tengah-tengah diantara 2 lubang bor dengan ketinggian 20 cm. Batang gaharu pun siap untuk diberi inokulan.
Bastiang, Kepala Bidang Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat dan Hutan Adat menuturkan Kabupaten Malinau memang sudah terkenal produksi gaharu alamnya.
“Gaharu alam di Malinau memang sudah terkenal. Namun, kita sekarang tidak mengarahkan masyarakat panen gaharu di dalam hutan. Melainkan mengajak masyarakat budidaya gaharu. Sehingga tujuan perhutanan sosial, hutan lestari masyarakat sejahtera bisa terwujud,” paparnya.
Sementara itu, Hari Fitrah, Koordinator Regional Kalimantan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mengatakan gaharu telah menjadi sumber ekonomi masyarakat pedalaman Kalimantan. Hal ini dikarenakan ukuran yang relatif kecil dan bernilai ekonomi tinggi. Selain itu, akses transportasi desa sulit untuk menjual hasil alamnya. Alhasil, potensi ekonomi harus disesuaikan dengan ketersediaan transportasi. “Gaharu selama ini sudah menopang kehidupan masyarakat sekitar hutan, namun ketersediaan gaharu alam semakin menipis, sehingga budidaya menjadi pilihan, “kata Hari.
Untuk pembentukan gaharu perlu ada perlakuan, sehingga Warsi yang mendukung adanya pelatihan inokulan gaharu untuk kelompok pengelola hutan desa.
KKI Warsi akan melakukan tindak lanjut berupa pemantauan bersama masyarakat kepada gaharu yang telah dilakukan inokulasi selama 2 bulan ke depan. Hal ini untuk melihat keberhasilan proses inokulasi yang dilakukan masyarakat di kebunnya.
“Kita lihat dulu tingkat keberhasilan inokulan yang diberikan ke batang gaharu. Jika berhasil, kita dorong desa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dengan pengadaan inokulan untuk kebunnya,” pungkasnya.