Meresmikan jalan, homestay dan memancing di Lubuk Larangan
Sejak pagi Jumat (18/02) masyarakat desa Rantau Kermas sudah sibuk berbenah dan bersiap, Gubernur Jambi Al Haris dijadwalkan datang berkunjung ke Rantau Kermas. Satu kerbau disemblih, para ibu pun sejak pagi telah sibuk memasak hidangan di Balai Adat. Mereka memasak gulai daging untuk disantap bersama dengan gubernur.
Jelang maghrib, Gubernur tiba di Rantau Kermas disambut dengan hujan gerimis. Sembari gubernur beristirahat, masyarakat telah berkumpul di balai adat. Dari anak-anak hingga orang tua duduk bersyaf saling berhadap-hadapan beralaskan tikar. Di tengah-tengah, telah dihidangkan nasi berbungkus daun baru, air minum, air basuh, dan kuah gulai.
Tak lama kemudian, gubernur dan rombongan ikut bergabung dengan masyarakat di Balai Adat disambut dengan tari Sekapur Sirih yang ditarikan oleh anak-anak Desa Rantau Kermas. Selanjutnya makan bersama dimulai. Panitia yang ditunjuk bergegas membagikan piring-piring besi berisi nasi dan potongan daging yang ditutup dengan selembar daun pisang. Kuah gulai sengaja di letakkan di wadah terpisah agar tidak mengubah rasa. Semua yang hadir di balai adat mendapatkan sepiring nasi, pun disediakan nasi tambah yang berbungkus daun pohon baru. Seluruh masyarakat menyantap hidangan dengan gembira bersama gubernur.
Kunjungan Gubernur ke desa yang baru saja meraih penghargaan Anugrah Pesona Indonesia tahun 2021 untuk kategori ekowisata terbaik, untuk silaturahmi bersama warga, juga untuk meresmikan jalan dari Danau Pauh menuju Rantau Kermas dan peresmian homestay. Haris mengatakan pembangunan ruas jalan ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, karena dengan adanya akses jalan ini membuat mobilitas masyarakat sekitar menjadi lebih lancar. Sebelumnya jalan dari Danau Pauh ke Rantau Kermas merupakan jalan berbatu dan sulit di lalui pada musim hujan. Beruntung Desa yang juga meraih penghargaan Kalpataru Tingkat Nasional tahun 2019 ini, mendapat perhatian pemerintah sehingga dibangunlah jalan aspal pada 2021 lalu.
Ruas jalan ini merupakan akses jalan utama bagi masyarakat sekitar, dan sekarang kondisi jalannya sudah bagus.”Semoga dengan adanya jalan ini membuat perekonomian masyarakat Kabupaten Merangin meningkat dari sebelumnya,” harapnya.
“Masyarakat dapat dengan mudah membawa hasil kebunnya untuk dijual baik itu sayur sayuran, kopi dan lainnya,” katanya kata Gubernur di hadapan warga Rantau Kermas.
Menampung aspirasi masyarakat, ia juga mengatakan pembangunan jalan dari Desa Rantau Kermas menuju Desa Tanjung Kasri. Serta pengadaan jaringan Wi-Fi untuk pengentasan blankspot.
“InsyaAllah pembangunan jalan akan dilanjutkan hinga ke Tanjung Kasri. Kami di tahun 2022, untuk mengadakan wifi desa. Ada sekitar 50 desa salah satunya Desa Rantau Kermas,” ucapnya.
Ketersedian akses jalan dan pembangunan sarana prasarana menjadi kunci peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hasan Apede Kepala Desa Rantau Kermas mengatakan saat ini Desa Rantau kermas unggul dalam ekowisata. Ikon ekowisata unggulan Desa Rantau Kermas yaitu Danau Depati IV, namun lokasi ini masih sulit dijangkau lantaran akses jalan. Jalan menuju danau berupa jalan tanah berbatu yang hanya bisa dilewati kendaraan double gardan.
“Perlu kita ingat Danau Depati IV adalah ikon wisata, untuk itu Pak Gubernur dan Pak Sekda Kabupaten Merangin mudah-mudahan amanah untuk peningkatan jalan wisata kita,” ujar Hasan pada saat sambutan acara pembukaan acara syukuran.
Selain akses jalan, peningkatan wisata juga didukung oleh promosi ke masyarakat luas. Namun, hingga saat ini belum ada sinyal telpon di desa. Untuk menelpon masyarakat Rentau Kermas harus ke kebun terlebih dahulu.
“Kalau desa yang terisolir adalah desa yang tidak memiliki jalan. Sekarang desa yang terisolir adalah yang tidak dapat sinyal,” sampainya.
Saat ini masyarakat Rantau Kermas yang merupakan bagian dari Marga Serampas telah mampu mengelola hasil sumber daya alam mereka, salah satunya produk Kopi Serampas. Kopi Serampas merupakan kopi robusta yang diolah dengan cara hanya petik buah merah saja, sehingga menghasilkan kopi dengan kualitas premium. Kopi Serampas dikelola oleh Bumdes Depati Payung. Saat ini pemasaran Kopi Serampas telah menjangkau pasar lokal dan nasional, hanya saja masih terbatas. Masih pelu peningkatan dengan promosi yang lebih baik.
“Saat ini kendala yang dihadapi oleh kopi serampas yaitu pemasaran. Sekarang orang menggunakan media sosial untuk pemasaran, namun desa kami tidak memiliki akses ke sinyal internet. Untuk itu, pemasaran masih dibantu oleh Warsi,” ungkap Mirawati anggota BUMDes Depati Payung.
Potensi alam dan hasil hutan berupa kebun kopi telah dikelola dengan baik oleh masyarakat Serampas. Untuk itu, ketersedian akses sinyal internet dapat mendungkung promosi wisata dan produk dari masyarakat yang tidak lain berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Hutan Adat Depati Kara Jayo Tuo Raih Juara Tiga Kategori Ekowisata Terbaik Anugrah Pesona Indonesia
Homestay Rumah Gantino yang diresmikan gubernur merupakan bantuan dari Kementrian Desa dan PDT yang ditujukan untuk penunjang ekowisata di hutan adat Rantau Kermas yang saat ini tengah bertumbuh. Hutan Adat Depati Kara Jayo Tuo meraih penghargaan sebagai juara tiga dalam kategori ekowisata terbaik III Anugerah Pesona Indonesia tahun 2021. Penghargaan tersebut adalah ganjaran dari komitmen terhadap pengelolaan hutan yang partisipatif dan berkelanjutan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat.
Hutan Adat Depati Kara Jayo Tuo berada di Desa Rantau Kermas Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin, Jambi. Lokasi hutan adat juga merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Lokasi hutan adat berada tidak jauh dari kawasan pemukiman penduduk desa Rantau Kermas berjarak kurang lebih 500 meter. Di antara desa dan gerbang hutan adat membentang Batang Langkut.
Sejak dulunya masyarakat Serampas telah menjaga hutan adat secara turun temurun dengan aturan tata kelola yang ketat. Hutan adat yang berada di hulu air atau disebut masyarakat sebagai ulu aik. Tidak boleh menebang kayu di ulu aik, sementara zona pemanfaatan untuk tempat tinggal dan bercocok tanam berada di bawah hulu air atau disebut dengan tanah ajum dan tanah arah. Peraturan yang mulanya disepakati adat ini, kemudian dilegalkan dengan keluarnya SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.6741/Menlhk-pskl/kum.1/12/2016 tentang penetapan hutan adat Marga Serampas Rantau Kermas.
“Hutan Adat Depati Karo Jayo Tuo ini, didaftarkan pada Anugerah Pesona Indonesia dan memenangkan juara tiga untuk kategori ekowisata terbaik,” ujar Agustami, S.E Ketua Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA).
Anugerah ini, merupakan usaha terus menerus untuk menjaga lingkungan hidup yang memberikan manfaat ekonomi tanpa merusak sumber daya alam. Ada beberapa pengembangan kawasan hutan adat yang telah dilakukan, diantaranya jasa imbal lingkungan melalui program pohon asuh dengan difasilitasi KKI Warsi. Saat ini ada, 1.000 pohon yang di hutan adat telah diidentifikasi memiliki diameter 60 cm dan telah memiliki pengasuh.
“Program Pohon Asuh merupakan program yang melibatkan publik luas untuk turut serta memelihara pohon di Desa Rantau Kermas, dari program ini dihimpun dana publik yang disalurkan pada masyarakat desa. Penggunaan dana yang terkumpul dibagi untuk pembangunan desa, kegiatan sosial dan tentu untuk pengelolaan hutan adatnya sendiri,” kata Refsi Qumaira, Fasilitator Warsi yang mendampingi masyarakat Serampas.
Dikatakannya dengan program ini dan dukungan pengelolaan perhutanan sosial di Rantau Kermas yang terus menarik sejumlah program kerja pemerintah ke desa ini, semakin meningkatkan semangat warga untuk mengelola hutannya. “Masyarakat meyakini, hutan yang dipelihara bermanfaat untuk bumi dan hasilnya juga dinikmati oleh masyarakat desa dan bahkan dunia,”kata Refsi.
Untuk itulah selain terus membenahi lokasi ekowisata, melengkapi fasilitas pendukung, masyarakat berharap inisiatif yang dilakukan ini memberi nilai ekonomi dan bermanfaat secara ekologi
Saat ini Hutan Adat Rantau Kermas, telah memiliki jalur tracking, pondok peristiraharan di tengah hutan dan lokasi spot foto dengan latar desa Rantau Kermas dari ketinggian. Pondok yang dibangun ditengah hutan adat dibuat menyerupai rumah zaman dahulu warga Rantau Kermas, atapnya terbuat dari papan yang disambung. “Dulu begitu atap rumah warga Rantau Kermas, karena sulitnya hubungan dengan dunia luar untuk membeli atap seng,” kata Agustami.
Dikatakannya, setelah meraih anugrah ini, harapannya kedepan adanya perbaikan dan penambahan jalur tracking. Perawatan jalan setapak menuju hutan adat dan perbaikan spot foto yang permanen. Serta pembangunan menara pemantauan satwa.
Sementara itu, untuk mendukung pengelolaan perhutanan sosial, pemerintah Kabupaten Merangin telah menganggarkan dana dari APBD. Tahun lalu, Bupati Merangin mengeluarkan Perbup No 2 tahun 2021 tentang penetapan alokasi dana desa, bagi hasil pajak dan retribusi daerah. Salah satu penggunaan Alokasi Dana Desa tersebut adalah untuk penguatan kelembagaan perhutanan sosial melalui skema Afirmasi sebesar Rp 350.000.000 untuk lembaga pengelola Perhutanan Sosial di 22 desa di Kabupaten Merangin, termasuk Rantau Kermas.
“Kami pemerintah desa bersama BPD dan pemuda desa ini terus merancang pengembangan pengelolaan hutan adat. Saat akan dibangun dalam hutan adat melalui dana APDB Kabupaten, yaitu spot foto permanen di tahun 2022 ini,” kata Hasan Apede Kepala Desa Rantau Kermas.
Dari dana afirmasi, dijelaskan Hasan akan dibangun beberapa fasilitas untuk pengembangan ekowisata di kawasan hutan adat. Menurut rencananya jalur ekowisata juga diselaraskan dengan hutan adat. Bila wistawan berkunjung, disipakan jalur wisata, seperti tracking ke hutan adat, berfoto di spot selfie dengan pemandangan desa, kemudian turun menuju kawasan lubuk larangan.
“Perencanaan sebelumnya yaitu pembangunan jalan tracking yang tembus di lubuk larangan. Di atas hutan adat ada gazebo yang mana sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan penduduk. Kita akan menjual pakan ikan lubuk larangan. Jadi pengunjung di sana bermain dengan ikan,” jelasnya.
Lubuk Larangan dan Mewariskan Ikan Semah Endemik Batang Langkut untuk Anak Cucu
Tidak hanya memiliki negeri yang indah kelilingi oleh gunung dan perbukitan yang memanjakan mata, Rantau Kermas juga terkenal dengan potensi sumber daya alamnya. Salah satunya adalah Ikan Semah, ikan yang hidup bebas di sungai Batang Langkut. Ikan Semah merupakan ikan air tawar yang hidup di sungai deras, ikan ini juga terkenal dengan dagingnya yang padat dan lezat. Biasanya masyarakat Rantau Kermas mengolah ikan ini menjadi kasam ikan atau ikan semah yang difermasinkan dan ikan palut atau ikan yang dimasak dengan cara dibungkus dengan daun pisang kemudian dipanggang.
Kedatangan Gubernur Al Haris ke Rantau Kermas juga dalam rangka membuka kawasan lubuk larangan yang berada di Batang Langkut pada Sabtu (19/02). Lubuk larangan adalah kawasan perairan sungai sepanjang 1 Kilometer yang ikannya tidak boleh diambil dalam jangka waktu tertentu. Pembukaan lubuk larangan momentum bagi masyarakat untuk memanen ikan secara bersama-sama.
Lubuk larangan ditandai dengan dilepaskannya joran pancing milik Haris ke sungai. Gubernur memancing bersama sang istri Hesnidar. Sorakkan dan tawa masyarakat lepas ketika pancing milik Hesnidar ditarik ikan, adegan tarik menarik joran menjadi tontonan warga.
Selang beberapa waktu, hasil tangkapan gubernur dikumpulkan dan dimasak dengan cara dibakar langsung di tepi sungai. Rangkaian acara pembukaan lubuk larangan diisi dengan makan bersama hasil tangkapan ikan dengan gubernur. Masyarakat dengan gubernur Haris menyantap ikan semah di tepi sungai, beralaskan tikar dan berpayungkan tenda untuk berteduh.
Kawasan lubuk larangan di Rantau Kermas adalah titik balik dari langkanya ikan semah di Batang Langkut. Semula masyarakat desa membolehkan siapa saja mengambil ikan semah bahkan untuk orang yang bukan masyarakat Rantau Kermas. Namun, pembiaran ternyata membuat masyarakat abai dan mengambil ikan melebihi kebutuhan. Akibatnya ikan semah menjadi langka dan sulit ditemukan.
“Populasi ikan makin sulit ditemukan, ikan semah adalah ikan termahal untuk dikonsumsi. Harga per kilonya bisa 120 ribu. Sebelum ada lubuk larangan mencari ikan sangat susah. Biasanya kita pesan ikan ke orang yang biasa mencari ikan, tidak bisa dipastikan akan dapat ikan” ungkap Hasan.
Dengan adanya kawasan lubuk larangan, ada ruang untuk pembibitan ikan. Masyarakat tidak diperkenankan untuk mengambil ikan sembarangan dan mengawasi jika ada orang yang mengambil ikan. Disepakati pula bagi yang mengambil ikan sembarangan, bahkan didenda 1 ekor kambing dan 200 gantang beras bila melanggar. Semua orang di Rantau Kermas menjaga dan mengawasi ikan, bila ada yang melanggar akan melaporkan kepada pemangku adat. Akan tetapi, masyarakat diperkenankan mengambil ikan di luar lubuk larangan, yang berada lebih ke hulu dan hilir sungai.
“Keguanaan lubuk larangan adalah pembibitan ikan. Sehingga ikan bisa menyebar ke hulu dan ke hilir,” ujar Hasan.
Penetapan lubuk larangan juga ditujukan untuk kelestarian ikan semah. Melalui penjagaan sumber daya secara berkelanjutan dan menjaga kelestarian ikan, masyarakat Rantau Kermas bisa mewariskan ikan semah hingga generasi berikutnya.
“Kita terpacu dengan cerita tentang lubuk larangan di media, bagaimana kawasan lubuk larangan melestarikan ikan bahkan bisa bermain dengan ikan. Sungai deras untuk bermain dengan ikan itu agak susah,” kata Hasan.
Mengundang gubernur dan banyak orang ke Rantau Kermas dalam acara pembukaan lubuk larangan membuat perekonomian juga ikut menggeliat. Pendapatan desa pun bertambah dengan diberlakukannya uang masuk bagi siapa saja yang datang memancing. Setiap orang yang akan memancing dikenai biaya masuk sebesar Rp150.000 per 1 jam.
“Pembukaan lubuk larangan ini juga ajang meningkatkan pendapatan desa. Kami memberlakukan biaya masuk. Rencananya uang yang dikumpulkan akan dialokasikan untuk pembangunan masjid di Dusun Sungai Aro,” ungkap Agustami yang juga berperan sebagai panitia acara pembukaan lubuk larangan.
Sementara itu, masyarakat Rantau Kermas juga mendulang berkah dari penjagaan lubuk larangan. Setelah selesai pemancingan, masyarakat akan bersama-sama menubo atau meracun ikan secara alami menggunakan akar tumbuhan. Hasil tangkapan akan dibagi sama rata untuk setiap kepala keluarga di Rantau Kermas. Apa yang dilakukan oleh masyarakat Rantau Kermas terbukti memberi manfaat ekonomi tanpa merusak alam. ***