Berdasarkan catatan Pesisir Selatan Dalam Angka (PSDA) 2023 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat lebih dari 2000 jiwa yang miskin ekstrem atau sekitar 2 persen dari total masyarakat miskin. Meski demikian masuk tiga terendah dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat, sejalan turunnya angka kemiskinan selama 2022 menjadi 7,11 persen atau 33 ribu jiwa dari 7,92 persen di 2021 atau 37 ribu jiwa.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan memasukkan kemiskinan ekstrim  Rancangan Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2024  menjadi fokus kerja utama. Selain itu, penurunan daya tarik wisata, dan pencegahan stunting juga menjadi pembahasan.  

“Untuk sekarang ini kita memiliki beberapa permasalahan yakni  rendahnya sumber daya manusia. Daya tarik wisata menurun, layanan infrastruktur dasar belum mumpuni dan kemampuan fiskal daerah. Dan juga agenda pencegahan stunting dan kemiskinan ekstrem merupakan prioritas penanganan. Jujur saja Pemda tidak dapat bergerak sendiri apalagi ketika eksekusi di lapangan, maka perlu dukungan dari multipihak,” ungkap Yul Anwar pada tanggal 16 Maret 2023.

Sering dengan naik turunnya laju wisatawan, masyarakat Pessel harus memiliki sumber ekonomi lain. Saat ini persawahan dan pertanian juga turut berdampak pada peningkatan perekonomian.

“Bidang pertanian dan pariwisata dapat menyumbang pendapatan lebih besar untuk perekonomian di Sumbar, sekarang ini Pessel peringkat keenam. Setidaknya dengan luasnya lahan-lahan persawahan dan destinasi wisata, pessel bisa lebih meningkat lagi” kata Bappeda Pessel Medi Iswadi dalam kegiatan penyusunan RKPD tersebut.

Kegiatan ini turut mengundang Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi sebagai narasumber. Ryan Thanoesya Koordinator Lapangan KKI Warsi dalam kesempatan itu mengatakan jika perhutanan sosial bisa menjadi salah satu solusi dari permasalahan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Pesisir Selatan.

Ia menyebutkan perhutanan sosial merupakan peluang yang mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Selain berdampak untuk meningkatkan tutupan kawasan hutan dan meningkatkan kemampuan hutan menyerap emisi, perhutanan sosial mampu menciptakan alternatif sumber ekonomi. Keberhasilan Perhutanan Sosial dapat dilihat secara sosial, ekologis dan ekonomi.

“Perhutanan Sosial tidak hanya berbicara penyelamatan hutan, lebih jauh dari pada itu dapat berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Setiap potensi yang ada di wilayah izin perhutanan sosial dapat dikembangkan dalam bentuk usaha-usaha yang dikelola langsung oleh masyarakat. Usaha-usaha ini yang seharusnya dapat menjadi sasaran perhatian dari masing-masing OPD” kata Ryan.

Sementara itu, pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan perhutanan sosial. Potensi sumber daya alam di wilayah Hutan Nagari, Hutan Adat, Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Sumatera Barat yang dapat dikembangkan dan sangat beragam, potensi air untuk sumber energi, air minum, dan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang berupa madu, aren, rotan, dan ekowisata. Potensi ini dapat dikembangkan sehingga mendatangkan manfaat ekonomi tanpa harus menebang pohon atau kayu.

Di bidang imbal jasa lingkungan, KKI Warsi pernah melakukan kajian di Lanskap Lunang Silaut Pesisir Selatan, penghitungan potensi cadangan karbon di zona lindung di 3 hutan nagari memungkinkan untuk meraih skema imbal jasa karbon. Diketahui dari total luas area lindung seluas 2.040 ha memiliki nilai karbon benefit sebesar 377.591 tco2eq atau sebesar 102.886 ton karbon.

“Nilai karbon ini memiliki potensi dengan perkiraan sebesar 6 dollar per ton per hektar di pasar karbon sukarela. Dengan begitu, tutupan hutan memiliki nilai ekonomi kepada masyarakat yang mengelolanya” ungkapnya.