Lanskap Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan kawasan hutan yang memegang peranan penting di tengah Pulau Sumatera. Dengan wilayah yang mencakup empat provinsi TNKS tentukan menjadi sumber penghidupan masyarakat sekitarnya. Dengan luas hampir 1,4 juta ha, tentulah pengelolaan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi ini membutuhkan kolaborasi semua pihak. Baik pemerintah dalam hal ini, Balai TNKS selaku pemangku kawasan, pemerintah daerah dan juga masyarakat sekitarnya.
Komunitas Konservasi Indonesia Warsi dengan dukungan TFCA Sumatera selama 3 tahun terakhir fokus untuk mendorong Pengelolaan Kolaboratif dalam mempertahankan hutan dan keranrkaragaman hayati melalui penguatan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tiga klaster utama yaitu Serampas di Kabupaten Merangin, Bathin III Ulu di Kabupaten Bungo dan Simancuang di Solok Selatan Sumatera Barat.
“Upaya yang dilakukan adalah mendorong para pihak berkontribusi terhadap penyelamatan hutan melalui perencanaan pemanfaatan ruang, penguatan kapasitas dan sumber – sumber mata pencaharian masyarakat lokal,”kata Riche Rahma Dewita Koordinator Program KKI Warsi.
Paparan ini disampaikan Riche dalam acara Workhsop Pembelajaran Pengelolaan Kolaboratif Dalam Mempertahankan Hutan dan Keanekaragaman Hayati Melalui Penguatan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang di hadiri oleh masyarakat pengelola hutan di lanskap TNKS, Dinas Instansi terkait, CSO, KPHP dan Balai Besat TNKS, secara online dan offline dari Rumah Kito, Kamis (22/4).
Dikatakannya kegiatan yang dilakukan adalah membangun model pengelolaan kolaboratif melalui tiga pendekatan utama. “Kita melakukan penguatan perencanaan pengelolaan ruang pada wilayah KPHP Unit III Bungo, dengan kegiatan ini kita mendorong revisi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) untuk menakomodir hutan tersisa di antara TNKS dan Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur yang awalnya dengan status hutan produksi blok pemanfaatan, menjadi hutan produksi blok perlindungan,”kata Riche.
Disebutkannya perubahan status blok ini sangat penting, karena blok hutan tersebut merupakan kawasan hutan yang menjadi koridor satwa. “Dari survei potensi yang kita lakukan dengan pemasangan kamera trap diketahui satwa yang hidup di kawasan ini merupakan satwa dengan status dilindungi dan terancam punah, Dengan kondisi ini perlindungan kawasan sangat penting untuk dilakukan, bersyukurnya usulan ini diakomodir sehingga blok pemanfaatan menjadi blok perlindungan, sehingga satwa yang hidup di wilayah ini bisa hidup dengan ruang yang memadai,”kata Riche.
Disamping itu, menurut Riche untuk menjamin adanya kolaborasi diperlukan adanya data yang riil dan sesuai fakta lapangan. Dengan data ini, bisa menjadi perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan data Warsi mendorong pemanfaatan sistem database ruang mikro,”kata Riche.
Saat ini terdapat sembilan desa yang sudah berhasil memiliki dalam perencanaan pembangunan desa dan meningkatkan kapasitas masyarakat lokal dalam pengembangan usaha – usaha berbasis potensi lokal desa secara berkelanjutan. “Kita mendukung untuk usaha beras organik di Simancuang Sumatera Barat, pengembangan usaha perhutanan sosial melalui usaha badan usaha milik dusun bersama (Bumdusma) Bukit Panjang Rantau Bayur yang berhasil mengembangkan usaha rotan manau. Selain itu kita juga berhasil mendorong masyarakat Rantau Kermas untuk menghasilkan produk kopi Serampas dengan kualitas premium masuk ke pasar lokal dan nasional,”kata Riche.
Riche menyebutkan kegiatan pengelolaan kolaboratif berhasil mengintegrasikan nilai dan pengetahuan masyarakat lokal dengan manajemen pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. “Kegiatan ini mampu memperkuat dukungan para pihak terutama masyarakat desa terhadap keberadaan TNKS melalui model pengelolaan kolaboratif yang dibangun pada desa – desa/nagari yang berada di lanskap TNKS,”ujar Riche.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bungo Taufik Hidayat yang hadir secara langsung diacara ini, mengapresiasi pemberdayaan yang dilakukan pada masyarakat Bungo, utamanya dalam pengembangan Bumdusma pengelola perhutanan sosial di Kabupaten Bungo. “Ke depan kita ingin, program ini bisa dikembangkan di desa-desa lainnnya sesuai dengan potensi masing-masing dusun,”katanya.
Dikatannya untuk usaha masyarakat dusun, tidak hanya menjual produk mentah, namun sudah bisa berupa produk olahan.
Itno Itoyo, Kepala Seksi Pengelola Taman Nasional Wilayah II Bungo, menyebutkan kolaborasi sangat penting untuk mendukung TNKS sebagai kawasan hutan yang memiliki peran penting untuk Indonesia. Menurutnya saat ini TNKS menghadapi persoalan perambahan. Sudah hampir 100 ribu ha kawasan TNKS yang di rambah di Lembang Masurai dan mengarah ke wilayah ada Serampas. “Dengan pelibatan masyarakat pengelola hutan, sangat penting untuk menghentikan perambahan. Untuk itu, TNKS melakukan langkah-langkah pemberdayaan masyarakat untuk mendukung pengelolaan taman sekaligus memberikan nilai ekonomi untuk masyarakat sekitar,”kata Itno.