Masyarakat Desa Olak Besar diwakili oleh Kepala Desa Olak Besar Habibullah dan Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) M. Zuber menandatangani perjanjian kerja sama dengan Universitas Jambi untuk pengembangan budidaya tanaman serai wangi menjadi produk usaha. Kegiatan yang difasilitasi oleh Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warsi ini bertujuan untuk megembangkan potensi serai serai wangi yang ada di Olak Besar sebagai produk usaha masyarakat.
Berdekatan dengan Sungai Batang Hari, desa Olak Besar memiliki udara yang lembab, sehingga membuat tanaman serai wangi mudah tumbuh. Dengan sumber daya alam yang melimpah, pengetahuan lokal masyarakat desa Olak Besar selama ini menggunakan minyak serai wangi sebagai obat menurunkan demam. Daun serai wangi biasanya direbus untuk diambil saripatinya kemudian diminum.
“Masyarakat di sini selama ini menggunakan serai wangi sebagai obat penurun demam. Jadi ketika ada yang demam diberikan air rebusan serai wangi. Lalu daun yang telah diambil sarinya, dicampurkan dengan air untuk dimandikan. Selain itu ada pula masyarakat yang memanfaatkan untuk minyak urut,” kata Kepala Desa Olak Besar Habibullah di Kator Desa pada Sabtu, 19 Maret 2022.
“Di Batin XXIV belum ada yang mengembangkan serai wangi. Ke depan kita berharap adanya pelatihan budidaya tanaman serai wangi dan pengolahan menjadi produk turunan serai seperti minyak dan teh dari serai wangi,” tambahnya.
Didampingi oleh KKI Warsi, dengan melihat potensi yang ada, masyarakat melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial kemudian merencanakan budidaya serai wangi dan pembuatan produk sehari-hari menggunakan serai wangi. Budidaya serai wangi direncanakan menjadi salah satu kegiatan pengisi perhutanan sosial. Saat ini masyarakat Desa Olak Besar telah mengelola persetujuan perhutanan sosial dengan skema Hutan Desa melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Ibul Bajurai.
“Masyarakat Desa Olak Besar memperlihatkan antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan untuk pengembangan usaha serai wangi ini. Awalnya masyarakat hanya menggunakan untuk kebutuhan sehari-hari, namun salah seorang masyarakat mengetahui jika harga jual minyak serai wangi mahal. Melihat itu, kemudian dilakukan diskusi bersama masyarakat mengenai menjadi produk usaha. Dalam rencananya budidaya ini bila berhasil akan dilakukan perluasan hingga ke hutan desa,” kata Fathul Irsyad selaku fasilitator komunitas KKI Warsi.
Atas aspirasi masyarakat Olak Besar tersebut kemudian berangkat menjadi kerja sama dengan Fakultas Pertanian Unja. Dalam pelatihan Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial: Pemanfaatan Potensi Serai Wangi, Dr. Ir. Sahrial, M.Si. mengatakan akan mendampingi masyarakat Olak Besar. Dimulai dari pelatihan cara budidaya, pengolahan, dan hingga pemasaran produk.
“Kita akan mendampingi dari penanaman, pengolahan, hingga pemasaran. Untuk budidaya serai wangi di Olak Besar memungkinkan dilakukan, lantaran kondisi tanah yang subur serta udara yang dingin dan lembab karena di sekitar sungai,” kata Dosen Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Unja itu.
Ada beberapa tahapan budidaya yang direncanakan, diterangkan oleh Sahrial pembudidayaan dilakukan terlebih dahulu dengan pembuatan demplot di pekarangan warga. Proses penanaman hingga panen membutuhkan waktu hingga 6 bulan, setelah panen kemudian dilakukan pengolahan serai wangi menjadi produk sehari-hari seperti sabun, minyak urut, dan obat nyamuk. Tanaman serai wangi kemudian dapat dipanen sekali dalam tiga bulan selama 3 tahun berturut-turut.
“Kita memulainya dari lahan dan produksi skala kecil dahulu, untuk memulai mengembangkan dan melakukan budidaya mulai dari pekarangan masing-masing rumah masyarakat. Selepas ini kita menentukan pekarangan rumah siapa yang cukup luas yang akan dijadikan demplot atau lahan percontohan untuk lahan budidaya. Setelah ada hasil dari lahan percontohan tersebut baru melakukan perluasan lahan budidaya ke areal Hutan Desa persisnya di area belukar tua di hutan desa” untuk pertama kita bisa memulai di pekarangan warga yang cukup luas dan terbuka, yang terkena matahari langsung. Setelah panen kemudian kita coba olah menjadi produk,” ujarnya.
Lebih lanjut Sahrial mengatakan, proses budidaya hingga menghasilkan produk membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dari budidaya bisa menjadi produk usaha setidaknya membutuhkan waktu dua tahun.
“Saya harap kita semua dengan prosesnya. Hasil dari usaha ini tidak bisa langsung terlihat, sekurang-kurangnya kita membutuhkan waktu dua tahun. Satu tahun pertama untuk penanaman dan tahun kedua untuk pengolahan dan pemasaran produk,” harapnya.
Direncanakan, selepas pemaparan mengenai potensi pengembangan usaha dari serai wangi kepada masyarakat desa akan dilakukan pelatihan cara pengolahan serai wangi menjadi minyak, peninjauan lahan atau pekarangan percontohan, dan pelatihan cara budidaya.