Perubahan iklim adalah tantangan besar yang memerlukan tindakan segera dan kolaboratif. Upaya mitigasi dan adaptasi, termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim, sangat penting untuk melindungi kehidupan manusia dan planet kita. Hutan menjadi kunci utama dalam rangkaian upaya mitigasi perubahan iklim. Jambi provinsi di jantung Sumatera telah memperlihatkan, kinerja yang cukup membahagiakan ditengah gempuran dampak perubahan iklim yang saat ini tengah berlangsung.

Dari analisis citra satelit yang dilakukan Divisi GIS/IT KKI Warsi, hutan Jambi menunjukkan pertumbuhan yang cukup membaik di tahun 2024. “Terlihat pertumbuhan hutan sebesar 34 ribu hektar,  yang tersebar di hutan konservasi, kawasan kelola masyarakat dan di areal perizinan pengelolaan hutan korporasi,” kata Adi Junedi, Direktur KKI Warsi.

Disebutkannya dengan melihat tren perubahan hutan Jambi yang di potret tim GIS KKI Warsi, diambil tahun 2000 sebagai baseline data dengan pikiran bahwa pasca reformasi terdapat sejumlah kebijakan terhadap sektor kehutanan. Tahun 2015 sebagai momentum dunia internasional dengan adanya perjanjian paris (Paris Agreement). Dengan memperhitungkan baseline dan laju perubahan hutan Jambi secara real time yang dihitung terlihat bahwa ada upaya bersama yang memperlihatkan kinerja menghambat laju perubahan hutan Jambi cukup signifikan. Jika melihat tren perubahan hutan baseline, maka diperkirakan tahun 2042 hutan Jambi akan hilang, namun kini dengan adanya sejumlah kebijakan kehutanan dan adanya kesadaran yang sudah mulai terbangun bersama tren perubahan hutan ini bisa ditekan.

“Dengan melihat tren ini, kemampuan hutan Jambi mampu menghambat kehilangan hutan 315 ribu ha pada tahun 2024, dengan kemampuan ini kita juga mampu meningkatkan serapan karbon dioksida,”kata Adi Junedi.

Dari analisis yang dilakukan, pertumbuhan hutan terlihat hampir di semua fungsi kawasan. Penurunan hutan yang terlihat di hutan produksi terbatas, sekitar 906 ha. “Selebihnya terlihat cukup nyata pertumbuhan tutupan hutan Jambi,”kata Adi Junedi.

Ancaman Masih Ada

Meski secara tutupan hutan Jambi masih terlihat pertumbuhan, di sisi lain, kerusakan juga masih terlihat signifikan. Dari analisis yang dilakukan, terindikasi ada tiga ancaman terhadap ekologi Jambi, yaitu adanya lahan terbuka, akibat berbagai aktivitas tambang, baik legal maupun illegal, kebakaran hutan dan lahan serta adanya potensi kehilangan hutan dari konsesi perizinan yang saat ini masih ada tutupan hutannya.

Lahan terbuka yang terindikasi akibat tambang yang berada di dalam areal perizinan  tercatat 13.454 ha,  angka ini jauh lebih kecil dibandingkan yang berada di luar areal perizinan yang mencapai  54.146 ha. Lahan terbuka diluar perizinan ini terpantau didominasi oleh tambang emas tanpa izin yang tahun 2024 mencapai luas 52 ribu ha.

Sedangkan kebakaran hutan dan lahan, juga masih terjadi dengan areal terindikasi kebakaran mencapai 10.229 ha. Dari angka ini terlihat bahwa 2.868 ha berada di areal  Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH)  dan 918 ha berada di areal perkebunan kelapa sawit. Namun demikian secara keseluruhan karhutla 2024 jauh lebih rendah  dibandingkan kejadian 2019 yang menghanguskan 126.487 ha hutan dan lahan. “Dengan penurunan yang signifikan ini kita tentu patut mengapresiasi para pihak yang telah berupaya untuk menekan terjadinya kebakaran hutan dan lahan,”kata Adi Junedi.

Diantara tren positif untuk perbaikan ekologi ini, di masa depan kemungkinan untuk kembali terjadinya deforestasi juga masih terlihat. Hal ini dikarenakan, adanya 107.425 ha tutupan hutan yang berada di areal perizinan, terutama perizinan PBPH, perizinan tambang dan sawit. “Tutupan ini, berpotensi hilang, karena ada kemungkinan pemilik izin akan mengolah lahannya. Ketika ini terjadi, maka Jambi akan berpotensi melepaskan 89.920.054 ton CO2 eq,”kata Adi.

Untuk itu, Adi mendorong pemegang izin untuk mempertahankan tutupan hutan yang masih tersisa dan berkontribusi positif dalam upaya penyelamatan bumi. Para pemegang izin juga bisa mengalihkan usahanya dari eksploitasi hutan menjadi usaha yang mendapatkan keuntungan dari menjaga hutan.

Kontribusi perhutanan sosial dalam pemulihan ekologi

Dari analisis yang dilakukan, areal kelola masyarakat juga menunjukkan trend positif. Selama empat tahun terakhir tutupan hutan perhutanan sosial terus bertambang. Dari 103.895 ha areal perhutanan sosial yang di dampingi KKI Warsi, saat ini tutupan hutannya sudah mencapai 71 %  menjadi  74.079 ha. Ini merupakan wujud keseriusan masyarakat mengelola hutan dan meraih manfaat dari tata kelola yang dilakukannya.

“Masyarakat terbukti mampu mengelola hutan secara berkelanjutan dan efektif, berkontribusi signifikan terhadap peningkatan tutupan hutan. Melalui praktik pengelolaan yang berbasis pengetahuan tradisional dan pemahaman mendalam tentang ekosistem setempat, masyarakat tidak hanya berhasil menjaga keseimbangan lingkungan tetapi juga meningkatkan produktivitas hutan,”kata Adi Junedi.

Dikatakan Adi, pengalaman pendampingan yang dilakukan bersama masyarakat  menunjukkan bahwa ketika masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan hutan, mereka mampu menerapkan teknik agroforestri yang inovatif, memulihkan lahan terdegradasi dengan tanaman bernilai ekonomi, dan meningkatkan keanekaragaman hayati. “Inisiatif ini tidak hanya memperkuat ketahanan ekosistem, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi komunitas,” kata Adi Junedi.

Dikatakan, keberhasilan ini menjadi contoh bahwa pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat adalah kunci untuk mencapai keberlanjutan. Dukungan terhadap inisiatif ini akan memfasilitasi upaya untuk menumbuhkan tutupan hutan, mengurangi dampak perubahan iklim, dan melindungi sumber daya alam bagi generasi mendatang.

Praktek Baik Mengelola Hutan

Masyarakat Lima Desa di Bathin III Ulu Kabupaten Bungo, terus mengembangkan upaya pemulihan hutan. Salah satunya melalui Kelompok Usaha Bersama Perhutanan Sosial (KUPS), Kopi Agam Maju bersama berdiri pada tahun 2019. Hadirnya kelompok ini berawal dari melihat keberlimpahan potensi tanaman kopi yang ada di dusun Laman Panjang. Tanaman kopi tersebut tumbuh subur di kebun-kebun masyarakat yang berada di sekitar Hutan Desa dusun Laman Panjang maupun yang berada di sepanjang aliran sungai yang mengalir ke arah pemukiman penduduk dusun Laman Panjang. Dengan semangat dan potensi yang dimiliki, petani kopi yang ada di dusun Laman Panjang bersepakat untuk mendirikan sebuah kelompok yang bernama KUPS Kopi Agam Maju Bersama. Terbentuknya kelompok ini diharapkan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok dan masyarakat yang ada di Laman Panjang. “Saai ini, KUPS Kopi Agam Maju Bersama telah memulai untuk memproduksi sebuah produk kopi yang bernama Kopi Delapan,” kata Riche Rahma Dewita, Koordinator Program KKI Warsi.

Dikatakan Riche, dengan semangat yang tinggi, seluruh anggota KUPS mulai memproduksi kopi delapan pada bulan Mei 2024 yang dimulai dengan adanya iuran 2 Kg Kopi per orang dengan total jumlah anggota aktif 25 orang dan uang sebesar Rp.50.000 yang digunakan untuk membeli perlengkapan produksi. Iuran kopi ini merupakan modal awal kelompok dalam melakukan produksi kopi dan dijual di warung yang berada di dusun Laman Panjang.

Pemasaran Kopi Delapan juga dilakukan di dusun untuk memenuhi kebutuhan kopi di daerah tersebut. Seiring berjalannya waktu, produk kopi ini telah berhasil dipasarkan di warung-warung yang ada di Kecamatan Bathin III Ulu dalam kemasan ekonomis. Kopi Delapan dijual dengan harga Rp 15.000 untuk kemasan 10 gram, dan Rp 8.000 untuk kemasan 50 gram. Dalam waktu 8 bulan, penjualan Kopi Delapan telah mencapai total Rp 16.000.000.

Hasil penjualan tersebut telah digunakan untuk memutar modal usaha, yang meliputi pembelian peralatan serta bahan baku. Selain kemasan ekonomis, kelompok juga menyediakan kemasan premium dengan jumlah terbatas untuk kegiatan promosi ditingkat kabupaten yang juga disupport oleh OPD terkait.

“KUPS berharap, dengan adanya Kopi Delapan ini maka akan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya anggota KUPS terhadap aktivitas yang mencurigakan di kawasan hutan desa karena akan mempengaruhi komoditi dan ekosistem yang akan mendukung kesuburan komoditi tersebut,” kata Riche.

Hal ini karena tanaman kopi yang telah ditanami oleh kelompok di sekitaran hutan maupun sepanjang aliran sungai penyangga  Hutan Desa. Peningkatan nilai ekonomi sejalan dengan peningkatan kesadaran masyarakat menjaga hutannya. “Saat ini dimasyarakat ada kegiatan Bahiin, yaitu proses gotong royong membersihkan kebun kopi masing masing anggota KUPS secara bergiliran agar kebun kopi seluruh anggota KUPS bersih dan menghasilkan komoditi kopi berkualitas. Kegiatan ini telah aktif dilakukan anggota KUPS semenjak mulai melakukan produksi kopi,” kata Riche.

Dari kesepakatan yang di bangun ini, KUPS bersepakat dari keuntungan yang di dapat sebanyak 20 persen, akan dialokasikan untuk Lembaga pengelola hutan Desa. “Dana ini akan digunakan untuk patroli tim ke kawasan hutan desa, ini skema yang menarik yang dikembangkan masyarakat Laman Panjang,” kata Riche.

Pohon Asuh dan Baby Tree

Dalam upaya memulihkan hutan dan meningkatkan pendapatan masyarakat pengelola hutan, KKI Warsi telah mengembangkan program pohon asuh. Program pohon asuh merupakan program penyelamatan hutan yang dikembangkan untuk menyaring pendanaan (crowdfunding) dari banyak pihak sebagai motor pembiayaan operasional perlindungan hutan dan peningkatan ekonomi masyarakat yang sudah menjaga hutan.

Saat ini, KKI Warsi telah mengembangkan 24 lokasi program pohon asuh, di desa-desa dampingan Warsi di 4 provinsi, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu dan Kalimantan Utara. Dengan dana yang telah ke masyarakat mencapai Rp 1.6 M. Dengan jumlah pohon aktih 5.900 pohon, dengan jumlah pohon yang diasuh 8.869 pohon. “Program pohon asuh masa berlakunya 1 tahun, sehingga ada kemungkinan satu pohon diasuh beberapa kali,”kata Emmy Primadona, Koordinator Program KKI Warsi.

Disebutkan dana yang dihimpun langsung ditransfer ke masyarakat. “Di masyarakat pengelolaan dana dilakukan dengan adanya kesepakatan yang telah di bangun bersama dan disepakati oleh masyarakat, misalnya untuk pembangunan masjid, beasiswa untuk kelompok masyarakat kurang mampu, bantuan lansia dan untuk pemasangan tagging pohon asuh,” kata Emmy.

Selain itu KKI Warsi juga mulai mengembangkan program Baby Tree, program penanaman bibit pohon, dan dilakukan monitoring untuk memastikan bibit yang ditanam tumbuh dengan baik. Di Pangkal Babu Desa Tungkal Satu telah di tanam bibit mangrove sebanyak 14.905 batang dengan jenis, jenis bakau, api-api dan pidada, melibatkan 4 kelompok tani, KTH Bakau Lestari, Makmur Jaya, Kelompok Pemuda Pesisir, dan Kelompok Bahagia Bersama.  Untuk masyarakat yang menanam bibit ini diberikan insentif berupa uang senilai Rp 45 ribu, yang  disalurkan dalam lima tahap pembayaran selama tiga tahun. Pembayaran dilakukan saat pembibitan, saat penanaman, 6 bulan pasca tanam, 18 bulan dan saat umur 36 bulan.

“Dengan metoda pemberian insentif bertahan ini ditujukan untuk memastikan bibit yang ditanam hidup dengan baik. Jika dalam masa pemantauan bibit tidak tumbuh, maka petani berkewajiban untuk mengganti bibit tersebut,”kata Emmy.

Selain itu di kawasan gambut, juga ditanam bibit Meranti Rawa, pohon khas gambut yang sudah terancam punah. “Saat ini telah ditanam 65 bibit meranti rawa dan masyarakat yang menanam diberikan insentif senilai Rp 70 ribu perbatang,”kata Emmy.