Generasi muda memikul peranan besar, di masa depan merekalah yang mengambil peran sebagai pengelola sumber daya alam. Di Sumatera Barat, program perhutanan sosial saat ini menjadi program ungggulan yang tertuang dalam RJPMD 2021-2026. Oleh karena itu, pemuda pemuda perlu meningkatkan pemahamannya dan pengetahuannya mengenai lingkungan dan manajemen diri dan organisasi agar dapat menyiapkan diri untuk mengambil alih peran di masa depan.

Amanat belajar bagi pemuda juga dituangkan dalam pepatah Minangkabau, “karatau madang di hulu babuah babungo balun, marantau bujang dahulu di rumah baguno balun” (Karatau madang di hulu belum berbuah dan berbunga, merantau bujang dahulu di rumah belum berguna). Tak jauh ke rantau, KKI Warsi sebagai lembaga yang mendampingi masyarakat di dalam dan sekitar hutan berkolaborasi dengan World Resource Intitute (WRI) Indonesia memberikan pelatihan manajemen organisasi, pemahaman krisis lingkungan, pendekatan gender yang bertajuk Muda Melangkah. Pelatihan ini diikuti pemuda yang berada dekat dengan kawasan Perhutanan Sosial di Sumbar, Jambi, dan Kalimantan Timur pada 29 Agustus – 1 September di Bukittinggi, Sumbar.

“Kelompok muda dapat menjadi penggerak dalam membangun narasi publik terkait lingkungan dan perkembangan implementasi perhutanan sosial di Sumatera Barat. Keterlibatan mereka diperlukan untuk memberikan solusi atau warna baru dalam tataran kebijakan dan implementasi yang mungkin belum terpikirkan oleh pemangku kebijakan di daerah,” tutur Dean Affandi, Senior Manager Research, Data, & Innovation WRI Indonesia.

Selain peningkatan kapasitas pengorganisasian, Muda Melangkah juga memberikan pelatihan jurnalisme warga kepada para peserta. Jurnalisme Warga menjadi salah satu wadah untuk mengintegrasikan keterlibatan pemuda dalam pengelolaan sumber daya alam secara keberlanjutan. Selain jurnalisme warga, Warsi juga mendorong keterlibatan pemuda dalam pengelolaan sumber daya alam di desa melalui sekolah pemuda, pelatihan patroli dan pengamanan  hutan. Melibatkan pemuda adalah upaya mengelaborasikan pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan lokal dengan manajemen hutan secara modern.

Penyampaian materi Hutan untuk keberlanjutan sistem pangan oleh Koordinator Program KKI Warsi Riche Rahma Dewita

“Kita menyadari pemuda adalah kader pengelola hutan berbasis masyarakat di masa depan. Oleh karena itu pelatihan jurnalisme warga sebagai inisiatif awal untuk peningkatan kapasitas dan pengetahuan pemuda. Jurnalisme Warga menjadi salah satu wadah agar pemuda bisa memahami isu-isu sumber daya alam di desa dan sekaligus ruang untuk eksplorasi dan transfer pengetahuan dari generasi tua kepada generasi muda. Selain itu, dengan kecakapan menulis dan pemanfaatan teknologi yang baik, mereka dapat  menyiarkan praktik baik dalam pengelolaan hutan lestari ke masyarakat luas, ” kata Riche Rahma Dewita Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi.

Pelatihan jurnalisme warga tersebut dimentori oleh wartawan senior Syofyardi Bachyul JB. Dalam penyampaiannya, di era keterbukaan informasi ini keberadaan jurnalisme penting untuk mengangkat isu perhutanan sosial. Selain itu, ia juga memberikan kiat-kiat menulis berita dan feature. Dimulai dari proses penggalian informasi melalui teknik wawancara 5 W+ 1H, menyusun tulisan, hingga teknik pengambilan foto dan video. Setelah itu juga dilanjutkan dengan praktik liputan langsung di Nagari Pagadih Kecamatan Palupuah, Kabupaten Agam.

“Jika saat ini kita searching berita di media daring, sedikit sekali media yang membahas nagari dan desa kita, maupun isu perhutanan sosial. Untuk itu, keberadaan jurnalisme warga penting untuk memunculkan isu perhutanan sosial ke masyarakat luas,” sampainya.

Praktik penulisan berita

Sementara itu, menurut Muhammad Nanda pemuda dari Nagari Ampalu bekal dari pelatihan akan menjadi bahan diskusinya dengan pemuda lainnya di nagari untuk terus mendorong SK Hutan Adat Nagari Ampalu. Saat ini lembaga adat dan pemerintahan Nagari Ampalu sedang mengupayakan Perda Payung Masyarakat Hukum Adat Ampalu.

“Anak muda sebagai pagar nagari (penjaga nagari), harus lebih peduli dengan isu-isu tata kelola lahan dan kebijakan di nagari, termasuk pengajuan SK Hutan Adat,” ujarnya.

Senada dengan Nanda, Mustafa Kamal salah seorang peserta pelatihan mengatakan, ilmu menulis dan jurnalisme warga yang ia dapatkan bermanfaat untuk penunjang kegiatannya sebagai tim patroli di Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Senamat Ulu, Kecamatan Batin III Ulu, Provinsi Jambi.

“Jika lewat postingan saja mampu menggerakan pemuda di desa untuk peduli dengan hutan desa, tentu jika kemampuan sebagai jurnalis warga yang kita sampaikan akan membuat lebih banyak lagi orang peduli dengan hutan,” katanya.