Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi mengalami bencana banjir sejak awal tahun 2024. Hingga saat ini, banjir kerinci belum sepenuhnya surut. Banjir ini merupakan luapan Sungai Batang Merao dan ketidakmampuan Danau Kerinci menampung curahan air dari sekelilingnya. Dari hitungan yang dilakukan lebih dari 5 ribu ha lahan yang terendam banjir di awal tahun ini. mengakibatkan ribuan rumah terendam, ribuan hektar lahan pertanian juga tenggelam, serta memutuskan hubungan antar desa.
Menurut warga yang terkena banjir, sebelumnya beberapa daerah Kabupaten Kerinci sudah sering terkena banjir, namun kali ini adalah banjir terbesar yang terjadi selama 20 tahun terakhir. Curah hujan yang tinggi membuat Danau Kerinci tak mampu menampung debit air yang lebih banyak dari biasanya, hingga meluap ke pemukiman warga.
“Sebelumnya pernah banjir kira-kira tahun 2000, tapi tidak sebesar sekarang. Saat ini, hampir setiap hari hujan turun. Dengan curah hujan yang tinggi dan tampungan danau yang kurang sehingga terjadilah banjir seperti ini,” kata Sadiq salah seorang warga Semerap, Kerinci.
Banjir kali ini menutup akses jalan sehingga masyarakat harus menggunakan sampan atau bahkan perahu yang cukup besar untuk dapat mengantarkan mereka melewati banjir sekaligus dengan kendaraan yang mereka bawa. Jasa angkut ini dikenakan biaya sebanyak Rp 5000 rupiah untuk satu kepala dan Rp 15000 untuk satu kendaraan motor dan satu orang pemiliknya. Tertutupnya akses membuat pengguna jalan membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai ke tujuan.
“Karena banjir ini, akses jalan menjadi sulit, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Biasanya hanya memerlukan waktu 30 menit untuk sampai ke tempat bekerja, namun sejak adanya banjir membutuhkan waktu dua kali lipat atau bahkan lebih baru bisa sampai ke lokasi tujuan,’ ujar Citra salah seorang warga yang menggunakan jasa perahu untuk menyebrang jalan.
Masyarakat menggunakan perahu untuk menyeberangi banjir.
Beradaptasi dengan Banjir
Alih-alih menunggu banjir surut dengan bersedih, masyarakat Kerinci memilih untuk beradaptasi dan memanfaatkan banjir ini. Seperti halnya berada di tengah danau, masyarakat juga memanfaatkan sampan untuk berkegiatan sehari-hari meskipun di kawasan pemukiman. Biasanya sampan hanya sampai di pinggir danau, kini sampan banyak ditemui parkir di depan rumah.
“Ya, beginilah. Banjirnya tinggi jadi kita kemana-mana naik sampan. Ke warung pun naik sampan. Saat ini sudah surut, sebelumnya bahkan lebih tinggi lagi,” ucap Fatmawati salah satu pemilik warung yang terendam banjir.
Sampan digunakan sebagai alat transportasi sehari-hari.
Tak hanya itu, akses air bersih yang juga terganggu, memaksa masyarakat memanfaatkan air banjir. Terlihat beberapa masyarakat yang menggunakan air banjir untuk mencuci pakaian, motor hingga mencari ikan untuk dibawa pulang. Tidak larut dalam kesedihan, begitulah cara masyarakat Kerinci berdamai dengan banjir.
“Air bersih susah, tapi bajunya kotor, jadi harus dicuci. Daripada bajunya bau, lebih baik dicuci pakai air banjir ini saja” ucap salah satu ibu yang sedang mencuci pakaian dengan air banjir.
Perubahan Hutan signifikan
Banjir yang melanda kerinci tidak lepas dari perubahan ekosistem Kerinci. Sekepal tanah dari surga, julukan Kerinci sebagian kawasannya berada di topografi tinggi dan pemukiman penduduk berada di daerah lembang. Dengan topografi ini, sebagian kawasan Kerinci merupakan kawasan hutan. Pemerintah menetapkan kawasan ini sebagai Taman Nasional Kerinci Seblat. Tentu tujuannya melindungi Kerinci yang sebagian masyarakya bermukin dan berpenghidupan berada di bagian lembah.
Namun seiring waktu, aksi-aksi pertanian dan perkebunan justru semakin masuk ke dalam hutan. mengakibatkan tutupan hutan di Kerinci menyusut. Dari analisis citra satelit sentinel, dipadukan dengan pengamatan dari google earth, citra spot 6, dan SAS Planet sepanjang 50 tahun, Kerinci telah kehilangan tutupan hutan seluas 67.638 ha.
Selain kehilangan tutupan hutan yang cukup signifikan, penyebab banjir Kerinci disebabkan oleh pendangkalan sungai akibat aktivitas tambang dan pertanian yang semakin masih. Ketika terjadi penambangan material pasir dan bebatuan juga banyak yang terbawa air dan masuk ke alur Sungai.
Demikian juga dengan areal pertanian dan kini sebagian besar menggunakan mulsa, yang menyebabkan ketika terjadi hujan, terjadi aliran permukaan yang sangat deras membawa. Berbagai faktor inilah yang menyebabkan luapan air sungai dan danau sangat mudah terjadi dan berdampak bagi ribuan jiwa masyarakat yang berada disekitarnya.
Memulihkan hutan, mengedukasi masyarakat dengan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan harus dilakukan kini, atau kalau tidak kondisi ini akan terus terjadi. Selamatkan bumi untuk hidup yang lebih berarti.
Warga yang sedang mencuci pakaian di tengah banjir.