Matahari pagi baru saja menyinsing di ufuk timur, namun masyarakat dari Nagari Sumpur Kudus sudah mulai beranjak menuju areal persawahan. Pagi itu memang sudah diagendakan akan ada kegiatan panen bersama padi organik. Dalam kegiatan ini ada sekitar 38 orang dari anggota kelompok Sekolah Lapangan Persatuan Petani Organik Nagari Sumpur Kudus (SL P2ONSK) yang merupakan dampingan dari KKI Warsi turut terlibat. Selain itu, hadir juga perwakilan dari Dinas Pertanian Sijunjung, Camat Sumpur Kudus, Danramil serta Wali Nagari Sumpur Kudus.
Panen Raya Padi Organik yang dilakukan merupakan panen pertama setelah kelompok Sekolah Lapangan mengikuti pelatihan yang diberikan oleh PPO Santiago (Perkumpulan Petani Organik Sarik Alahan Tigo) yang memang sudah lama menggeluti dan menjadi pionir dalam penerapan Pertanian Organik di Sumatera Barat.
Dilihat dari antuasiasme dan keaktifan anggota SL, kegiatan pelatihan pertanian organik relatif berhasil untuk mengubah paradigma dan praktek pertanian masyarakat dari penggunaan pupuk kimia menuju organik. Tercatat dari 38 orang anggota yang terlibat hampir 80 persen sudah menerapkan pertanian organik. Selebihnya yang belum menerapkan pertanian organik, bukan karena tidak ingin menerapkan, namun ada beberapa faktor lain yang mengakibatkan mereka tidak bisa langsung menerapkan pertanian organik, seperti halnya masa tanam yang sudah masuk, sedangkan ketersediaan pupuk dan bahan-bahan organik yang belum terpenuhi.
“Dari 38 orang anggota SL, hampir 80 persen sudah menerapkan pertanian organik. Awalnya banyak yang mencibir, bahkan meragukan. Tapi melihat perkembangan ke depan, bentuk padi dan bulirnya, banyak masyarakat yang mulai melirik. Bahkan ada yang bukan anggota SL juga menerapkan Pertanian Organik. Untuk itu, kami sangat berterima kasih dengan kegiatan pendampingan yang dilakukan kawan-kawan dari Warsi. Ditambah pula, materi dan metode pelatihan yang diberikan sangat mudah dipahami,” sebut Pak An, selaku Ketua SL.
Selayaknya upaya pendampingan masyarakat, semua lini mesti saling bersinergi. Dukungan dari pemerintahan nagari sangat diperlukan dalam hal ini. Sebab, kebijakan-kebijakan yang diambil di nagari akan langsung menyentuh masyarakat di tingkat tapak. Beruntung di nagari Sumpur Kudus, perangkat nagari sangat mendukung penuh kegiatan yang dilakukan oleh kelompok SL tersebut.
“Kami memberikan apresiasi kepada kelompok SL Sumpur Kudus yang telah berusaha semaksimal mungkin menerapkan Pertanian Organik. Dukungan dalam bentuk pembinaan dan bantuan berupa peralatan penunjang kedepannya akan diupayakan oleh Pemerintah Nagari. Demi menunjang keberlanjutan dan peningkatan kapasitas produksi, pada tahun ini sudah dianggarkan untuk pembelian mesin pembuatan pupuk organik. Harapannya, semoga semakin banyak masyarakat di Nagari Sumpur Kudus yang beralih menerapkan pertanian organik,” terang Irwan Kudus, Wali Nagari Sumpur Kudus.
Banyak manfaat yang diperoleh setelah beralih ke pertanian organik. Dari sisi biaya, hasil dan dampak pada kesehatan mengalami perubahan yang positif.
“Hasil yang kami peroleh tahun ini (dengan pertanian organik) dibandingkan dengan tahun yang lalu (konvensional) mengalami peningkatan hingga dua kali lipat. Dari praktek pertanian organik ini kami mendapatkan hasil panen mencapai 6 ton perhektar. Bila sebelumnya saya hanya mendapatkan 12 Karung Gabah, setelah menerapkan pertanian organik, hasilnya meningkat menjadi 15 Karung. Meskipun, ada beberapa kawan kami yang tidak mengalami peningkatan hasil atau stagnan, namun dari sisi biaya produksi dapat ditekan. Hal ini karena, pertanian organik hanya mengandalkan apa yang ada di sekitar kita, bahkan bisa tidak mengeluarkan biaya sama sekali untuk memperolehnya, seperti kotoran hewan, dedaunan, dedak, abu dsb. yang bisa diperoleh secara gratis,” ujar Pak Zul, salah satu Anggota SL.
Disisi lain, Koordinator Lapangan KKI Warsi, Asrul Aziz Sigalingging, menyebutkan bahwa pola pertanian organik yang dilakukan merupakan salah satu dari bentuk partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam penerapan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang menempatkan masyarakat sebagai subjek utama.
“Nagari Sumpur Kudus telah memperoleh SK Perhutanan Sosial (PS) sejak tahun 2018 seluas 3.862 Ha. Kegiatan utama masyarakat disini adalah bertani sawah. Sehingga, kebutuhan akan air menjadi sangat penting dan tentunya akan beririsan dengan keberadaan hutan yang terjaga dengan baik,” ujarnya.