Nagari Panti di Kabupaten Pasaman merupakan salah satu contoh yang memperlihatkan hubungan erat masyarakat dengan hutannya. Kehidupan masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian menjadikan masyarakat terus meluaskan areal perkebunan hingga masuk jauh ke dalam kawasan hutan. Kondisi ini menyebabkan ketidakpastian masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan hutan.

KKI Warsi yang melakukan pendampingan masyarakat di nagari ini, berdiskusi panjang dengan para pihak. Warga nagari berkeinginan mereka mendapat legalitas dalam mengelola ladang yang terlanjur masuk ke dalam hutan, namun dengan komitmen untuk menumbuhkan kembali hutan yang sudah di buka dengan tanaman kehutanan. Dari komitmen ini, diusulkan kepada mentrei Lingkungan Hidup dan Kehutanan pengelolaan perhutanan sosial dengan skema Hutan Kemasyarakatan. Sejak 2018 masyarakat mendapatkan legalitas HKm seluas ±106 ha. Masyarakat mengelola areal ini dengan sistem agroforestry dengan komoditi utamanya kopi robusta. Dengan komoditi kopi, masyarakat mendapatkan nilai ekonomi dan kawasan dikembalikan ke fungsinya menjadi hutan.

Namun seiring dengan perkembangan harga kopi yang membaik, kelompok masyarakat yang belum bergabung dalam Kelompok Tani Hutan Harapan Jaya Batu Ampar selaku pengelola HKm tergiur membuka lahan baru diluar izin HKm. Kondisi ini tentu mengundang konflik pengelolaan hutan, dan membuka peluang masyarakat melakukan pelanggaran hukum. Sebagian masyarakat yang membuka ladang di wilayah itu, tidak mengetahui secara pasti apakah areal yang dikelola berada dalam hutan atau masih di areal HKm.

Guna mengatasi kondisi ini,  KKI Warsi memfasilitasi kelompok pengelola HKm  melakukan update pemetaan parsil ladang kopi masyarakat. Dari pemetaan yang berlangsung pertengahan  September 2024, terdapat  ±30 ha areal kelola masyarakat di dalam hutan dan tidak dalam areal kelola HKm. Terkait kondisi ini, KKI Warsi berkoordinasi dengan KPHL Pasaman selaku penyelenggaraan manajemen pengelolaan hutan di tingkat tapak.

Dari koordinasi ini disepakati penting adanya sharing pengetahuan kepada masyarakat terkait aturan kelola hutan. Sehingga dilaksanakanlah Acara Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Kawasan Hutan pada Senin, 23 September 2024 bertempat di Aula Kantor Camat Panti yang dihadiri oleh Pemerintah Nagari Panti beserta 25 orang masyarakat yang sudah berladang di dalam kawasan hutan. Sosialisasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kebijakan pencegahan dan sanksi ketika menyebabkan kerusakan kawasan hutan.

Kepala PKSDAE PM KPHL Pasaman Raya, Yuhan Sahri, menyampaikan tentang Pengamanan dan Perlindungan Hutan. Hutan yang dijaga dan dipelihara tujuannya untuk melindungi masyarakat. Hutan merupakan pengatur tata hidrologi dan pengendali bencana ekologis. “Karena itu, harus tetap ada hutan yang kita pelihara dan jaga untuk kehidupan kita semua,”kata Yuhan.

Idris, salah satu masyarakat yang terlanjur membuka lahan diluar areal izin Kelola HKm Harapan Jaya Batu Ampar menyampaikan mereka dapat menggarap hutan dengan sistem agroforest. “Hutan berguna untuk pemenuhan kebutuhan hidup dengan mengembangkan agroforestry kopi sehingga kami berharap juga mendapat kesempatan akses terhadap hutan, apakah kami juga bisa mendapat pendampingan untuk proses pengusulan Perhutanan Sosial,” katanya.

Dalam kesempatannya ini, Riangga  Bayu Fasilitator KKI Warsi menyampaikan bahwa dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat, menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dengan mengutamakan kearifan lokal dalam pengelolaan dan pengamanan hutan sehingga tercapailah visi Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera. “Interaksi masyarakat yang sangat erat dengan hutan. Selain itu, adanya peluang dari pemerintah secara legal dan sah dengan memberikan pengakuan resmi terhadap hak kelola masyarakat atas kawasan hutan, yang diharapkan dapat mengurangi konflik tenurial dan meningkatkan tanggung jawab masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan,” katanya.

Pengelolaan hutan di nagari diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat, melalui pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, agroforestry dan ekowisata. Interaksi masyarakat dengan kawasan hutan lindung terjadi secara langsung dan tidak langsung. Khususnya di Nagari Panti, interaksi langsung antara masyarakat dan kawasan hutan seperti berladang kopi dan kulit manis dengan sistem agroforestry.

Wali Nagari Panti, Novri Andila Syafri Siregar menyampaikan peluang pengelolaan hutan berbasis masyarakat melalui program Perhutanan Sosial dengan skema Hutan Nagari. Skema ini dipilih agar Pemerintah Nagari dapat terlibat langsung dalam pembentukan lembaga pengelolanya dan bertindak langsung sebagai pengawas dalam pelaksanaan pengelolaan hutan kedepannya. Disamping itu, adanya potensi komoditi kopi yang besar sehingga bisa diakomodir melalui Badan Usaha Milik Nagari untuk tata niaganya sebagai pemodal atau offtaker yang memberdayakan sumber alam Nagari Panti sebagai salah satu sumber pendapatan asli Nagari.

Melalui kegiatan ini,  Pemerintah Nagari Panti akan melakukan musyawarah membahas usulan Perhutanan Sosial dengan menghadirkan seluruh pihak di nagari. Penerima manfaat langsung dan tidak langsung dari sumber daya hutan, tokoh masyarakat dari lapisan niniak mamak, para tokoh masyarakat serta pemuda yang berorientasi pada lingkungan, tambah Novri diakhir sesi diskusi. (Riangga Bayu)