Kaum perempuan memiliki peranan penting dalam pengelolaan lahan di masyarakat pedesaan. Salah satunya perempuan berkontribusi pada pengelolaan sumber daya alam, seperti berladang dan diberikan tanggung jawab untuk mengelola sawah. Memiliki pengetahuan mendalam tentang tanaman obat tradisional dan konsumsi keluarga. Meski memiliki dan mampu berperan besar, perempuan masih kerap tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan hutan dan lahan dalam musyawarah desa. Ada banyak faktor penyebab perempuan tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, misalnya konstruksi sosial terhadap perempuan yang menempatkan perempuan tidak memiliki kemampuan atau pun urusan domestik yang dibebankan sepenuhnya kepada perempuan sehingga tidak memiliki ruang untuk mengembangkan diri.

Oleh sebab itu, KKI WARSI berkolaborasi dengan WALHI Sumatera Barat untuk mengadakan pelatihan bagi perempuan yang terlibat dalam kelembagaan desa atau nagari, seperti LPHN, KUPS agar mampu memahami dan memperkuat perempuan dalam berbagai bentuk pengelolaan sumber daya alam. Pelatihan ini diikuti oleh sebanyak 33 perempuan perwakilan dari 12 nagari di Provinsi Sumbar dan 1 desa Provinsi Jambi, berlangsung akhir bulan lalu di Padang.

“Pelatihan ini untuk meningkatkan kapasitas perempuan di daerah dampingan Warsi dan Walhi. Mereka akan jadi kader-kader lokal yang membantu mendokumentasikan relasi masyarakat dan hutan,” ungkap Yudi Fernandes Koordinator Lapangan KKI Warsi.

Dijelaskannya lebih lengkap tujuan dari pelatihan ini, pertama untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam mendokumentasikan penelitian masyarakat berbasis bukti mengenai hutan dan tata guna lahan. Kedua, memberikan penyadartahuan akan ancaman maupun upaya perlindungan dan pemanfaatan hutan dan lahan. Ketiga, mendorong perempuan untuk menjadi pendukung kebijakan yang vokal dan efektif untuk kesetaraan gender, hak asasi manusia, serta pemanfaatan hutan dan tata guna lahan yang berkelanjutan bagi masa depan yang berkeadilan.

Materi yang dibawakan yakni pemetaan persoalan perempuan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan tata kelola hutan. Materi yang diberikan setiap harinya selalu dibarengi dengan ice breaking dan games yang menarik oleh fasilitator, sehingga peserta selalu merasa bersemangat dalam setiap sesi diskusi yang dilakukan secara berkelompok, setelah melakukan identifikasi, kemudian peserta akan menampilan hasil diskusinya tersebut dihadapan peserta lainnya. Pada sesi terakhir yakni hari kelima peserta dipandu untuk melakukan penjadwalan dan outline capaian di masing-masing nagari. Penyusunan capaian ini berpijak pada identifikasi dan peta persoalan perempuan dalam tata kelola hutan dan lahan yang dihadapi di nagari.

“Kita semua walaupun dari nagari manapun, kita sangat bersyukur sekali dan bersenang hati dengan adanya pelatihan ini, kita sebagai perempuan bisa meningkatkan kualitas kita terkait hak perempuan di kampung masing-masing,” kata Desmawati dari nagari Lunang Tangah, Kabupaten Pesisir Selatan.

Lebih lanjut Desmawati mengatakan, bekal dan materi pelatihan menjadi landasan untuk meningkatkan posisi dan keterlibatan perempuan di tingkat nagari. Pasca pelatihan perempuan dari berbagai nagari diharapkan dapat melakukan analisa sederhana dan pemetaan persoalan perempuan bagi komunitasnya yang ada di desa, sehingga dapat memiliki andil dalam mengembangkan perhutanan sosial dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.