Salah satu faktor penting dalam mempertahankan hutan tersisa dan pengelolaan hutan yang sudah berjalan adalah pelimpahan kendali atas sumber daya alam kepada masyarakat. Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), yang kemudian mendapat apresiasi dari pemerintah dengan meluncurkan program perhutanan sosial, menjadi upaya penting dalam upaya penyelamatan hutan. KKI WARSI bersama beberapa stakeholder mengadakan Workshop dengan tema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Sebagai Instrumen Pembangunan: Pengalaman Fasilitasi Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan. Workshop ini bertujuan agar Para Pihak dapat mendapatkan informasi terkait PHBM yang dapat menjadi salah satu basis untuk pengambilan kebijakan desa–desa di dalam dan sekitar hutan serta untuk mendorong Para pihak terkait dapat berkontribusi positif  untuk  mendukung masyarakat mendapatkan manfaat setelah mendapatkan legalitas pengelolaan hutan.Workshop ini diikuti oleh SKPD terkait, Kementrian LHK, KPH yang terlibat, serta masyarakat yang terkait.

Staf Ahli Kementerian LHK, Apik Karyana, mengatakan bahwa sebelumnya pemanfaatan serta pengelolaan hutan di Indonesia sebanyak 33 juta ha dikelola oleh pihak swasta seperti perusahaan dan badan usaha lainnya. Sedangkan luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat hanya sekitar 800 ribu ha saja. Hal tersebut menandakan bahwa masyarakat hanya mengelola lahan hanya kurang dari 5% dari total lahan hutan yang memiliki hak kelola. “Melalui skema perhutanan sosial dibuka peluang untuk masyarakat sebanyak 12,7 juta ha, harapannya perbandingan luas lahan yang dikelola perusahaan dan masyarakat seimbang,”kata Apik yang tampil sebagai keynote speaker pada workshop yang diselenggarakan KKI WARSI tersebut.

Dari pengalaman lapangan KKI WARSI memfasilitasi masyarakat untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) di 5 provinsi yaitu Jambi, Bengkulu, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur  memperlihatkan manfaat positif untuk ekosistem dan masyarakat sekitar hutan. Saat ini, PHBM atau yang juga dikenal dengan perhutanan sosial yang didampingi WARSI telah mencapai luas 168 ribu ha yang diakui pemerintah sejak 2009 hingga 2019 ini.

Secara umum PHBM telah memberi dampak yang bermanfaat bagi masyarakat mulai dari pengakuan dan akses ke dalam kawasan hutan. Memulihkan hubungan sosial masyarakat dan berbagai pihak baik verikal maupun horizontal, penanganan konflik kehutanan, peningkatan ekonomi, kelestarian ekologi, reduksi emisi karena mampu menekan emisi/deforetasi hingga nol (zero emission/deforestation), minim kebakaran hutan yang berkontribusi terhadap capaian NDC Indonesia. “Ini merupakan manfaat yang didapatkan dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat,”kata Rudi Syaf Direktur KKI WARSI. .

Meski peluang dan manfaat perhutanan sosial cukup banyak, namun dalam aplikasinya masih ditemui sejumlah tantangan. Diantaranya Perhutanan Sosial di areal gambut, peta indikatif lahan hutan adat, kelompok kerja (Pokja) percepatan hutan adat, integrasi antar sektor/antar bidang terkait dengan perhutanan sosial, penandaan batas persil, hingga harmonisasi rencana pengelolaan hutan jangka panjang (RPHJP) dan rencana kerja umum (RKU) dengan KPH.

Menanggapi hal tersebut, Apik mengatakan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan regulasi yang tepat untuk pemanfaatan hutan gambut. “Hutan Gambut memiliki kerawanan yang sangat tinggi sehingga dalam pemanfaatan serta pengelolaannya pun harus disadari, sehingga pengelolaannya harus  dengan kehati-hatian,” ujarnya.

“Selain itu isu penting lainnya ada hutan adat. sampai saat ini pemerintah sedang membahas tentang peta indikatif hutan adat. Ada sekitar 472 ribu kawasan hutan yang akan dibuat peta indikatif lokasi hutan adat serta memperkuat pokja untuk percepatan hutan adat,”ujarnya.

Apik juga menambahkan tentang bagaimana integrasi antar sektor/bidang terkait dengan perhutanan sosial. “Terkait hal ini kita dapat belajar dengan Provinsi Sumatera Barat yang gubernurnya telah mengeluarkan Pergub untuk menghubungkan 17 instansi untuk mempercepat proses perhutanan sosial serta pemanfaatannya, ini bisa menjadi contoh bersama untuk mendukung perhutanan sosial,” tambahnya.

Staf ahli Gubernur Jambi Bidang Ekonomi Pembangunan, Sri Anggunaini, mengatakan bahwa pengelolaan serta pemanfaatan hutan secara berkelanjutan merupakan salah satu fokus pemerintahan Provinsi Jambi saat ini. Hal tersebut tercantum dalam visi-misi Gubernur Jambi. “Pemerintah Provinsi Jambi selalu mendorong dan mendukung pemanfaatan serta pengelolaan hutan secara berkelanjutan, hal tersebut telah dimasukkan dalam misi Jambi Tuntas 2021 yang di canangkan oleh gubernur provinsi Jambi” ujarnya.

Direktur KKI WARSI, Rudi syaf, berharap dengan adanya workshop ini, dapat memberikan pemahaman terhadap para pihak tentang PHBM dan manfaatnya. Sehingga PHBM bisa menjadi instrumen pembangunan. “Di beberapa daerah yang kita fasilitasi integrasi PHBM dengan pembangunan dapat dijalankan, sehingga bisa menjadi bagian penting untuk pemulihan ekosistem dan mempertahankan hutan tersisa. Sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan. Pembelajaran ini yang ingin kami sampaikan dan berharap mendapat dukungan dari para pihak,” kata Rudi.