Dalam upaya memperkuat komitmen mitigasi perubahan iklim, Program Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2 resmi diluncurkan hari ini, Senin (23 Desember) di Provinsi Bengkulu. Program ini merupakan inisiatif strategis yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat lokal untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung keberlanjutan hutan.
Acara peluncuran dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah Provinsi Bengkulu, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementrian Lingkungan Hidup, serta KKI Warsi, NGO yang ditunjuk pemerintah sebagai lembaga perantara sekaligus lembaga yang berfokus pada isu lingkungan dan keberlanjutan.
Direktur BPDLH Tri Joko Haryanto, yang hadir secara daring diaacara ini menyebutkan Pelaksanaan RBP GCF ini terdiri dari 3 output. Output 1 dan 2 masih terus berjalan hingga akhir tahun ini yang dilakukan oleh KLHK, BPDLH dan PPI. “Sedangkan di output 2 kegiatan dilakukan berdasarkan kinerja dari masing-masing provinsi. Provinsi Bengkulu telah menunjukkan KKI Warsi sebagai lembaga perantara dan bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu,”kata Tri Joko.
Sementara itu Pelaksana Gubernur Bengkulu Rosjonsyah, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu mengatakan, efek rumah kaca sangat berdampak dengan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu pemerintah Bengkulu berupaya untuk mulai beralih ke tenaga terbarukan dan memulihkan hutan. “Peluncuran program ini adalah langkah penting dalam upaya kami untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC). Kami berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melestarikan hutan kita demi generasi mendatang,” kata Gubernur
Gubernur menjelaskan melalui program ini akan dilakukan penanaman termasuk di daerah aliran sungai, sesuai dengan wilayah kerja KPH yang ada di Bengkulu. “Tanaman yang ditanam sebaiknya juga merupakan tanaman yang memberikan hasil, seperti tanaman buah-buahan,”kata Gubernur.
Melalui program GCF RBP ini, terdapat 15 program kerja di Bengkulu upaya menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan melalui berbagai kebijakan dan program yang berfokus pada pengelolaan hutan berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu Safnizar, rehabilitasi kawasan, reboisasi, peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan, mendukung pengembangan kawasan Perhutanan Sosial, yang memberikan hak kelola kepada masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumber daya hutan secara bertanggung jawab. “kegiatan ini ditujukan untuk mengurangi deforestasi, dan memperbaiki kondisi ekosistem,” kata Safnizar.
Selain itu, melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga telah melakukan edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi hutan dan praktik pertanian berkelanjutan menjadi bagian integral dari upaya ini. Dengan strategi yang komprehensif dan melibatkan semua pemangku kepentingan, Pemprov Bengkulu berkomitmen untuk berkontribusi secara signifikan dalam pengurangan emisi dari sektor kehutanan, sambil menjaga kesejahteraan masyarakat lokal.
Sementara itu, Adi Junedi, Direktur KKI Warsi, yang merupakan lembaga yang telah ditunjuk Pemprov Bengkulu sebagai lembaga perantara (Lemtara) untuk kegiatan Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2, menyebutkan terdapat tiga aspek kegiatan ini, yaitu pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, peningkatan keragaman hayati dan penguatan sumber penghidupan masyarakat. Untuk mendukung kegiatan ini GCF telah menggelontorkan dana USD 103,8 juta untuk Indonesia yang di kelola Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Dana inilah yang disalurkan kepada provinsi yang sudah dinyatakan mampu mengendalikan deforestasi di wilayahnya.
“Program ini diharapkan dapat memberikan insentif kepada provinsi untuk mengimplementasikan strategi pengurangan emisi di tingkat provinsi,” kata Adi Junedi.
Dalam imlementasi program ini, akan diawasi oleh BPDLH guna memastikan transparansi dan akuntabilitas. “Kick-off program ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi hutan, tetapi juga membangun komitmen bersama untuk tindakan nyata dalam mitigasi perubahan iklim,”kata Adi.
Lebih lanjut Adi menjelaskan pentingnya peran masyarakat dalam program ini. “Kami percaya bahwa dengan kolaborasi antara pemerintah, NGO, dan komunitas lokal, kita dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan untuk masalah deforestasi dan degradasi hutan,” ujarnya.
Tentang Program RBP CGF
Program Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2 adalah inisiatif yang dirancang untuk mendukung negara-negara dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan. Program ini memberikan insentif finansial berbasis kinerja kepada negara yang berhasil menurunkan emisi GRK, dengan fokus pada pengelolaan hutan berkelanjutan dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Dalam konteks Indonesia, program ini berperan penting dalam mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) yang telah ditetapkan. Dengan alokasi dana yang signifikan, program ini mendukung kegiatan seperti restorasi hutan, perlindungan kawasan hutan, dan pemberdayaan masyarakat lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumber daya alam. Melalui pendekatan berbasis hasil, RBP GCF Output 2 bertujuan untuk menciptakan solusi yang efektif dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Inisiatif Program Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2 hadir sebagai respons terhadap tantangan global yang dihadapi akibat perubahan iklim, yang berdampak signifikan pada lingkungan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat.
Untuk implementasi RBP GCF ini, pemerintah melalui BPDLH telah menunjuk sejumlah Lemtara. Lemtara merupakan organisasi non-pemerintah yang berfokus pada isu-isu lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Lemtara memiliki tujuan utama untuk memberdayakan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan dan sumber daya alam secara berkelanjutan. Kriteria pemilihan Lemtara, memiliki pengalaman dan keahlian dalam melaksanakan program-program yang berkaitan dengan konservasi, restorasi hutan, dan mitigasi perubahan iklim. Organisasi ini sering bekerja sama dengan komunitas lokal untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan dalam praktik pengelolaan yang berkelanjutan. Lemtara menggunakan pendekatan partisipatif, yang berarti melibatkan masyarakat dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Dalam konteks Program Results-Based Payment (RBP) Green Climate Fund (GCF), lLemtara ditunjuk sebagai lembaga perantara yang bertugas untuk mengelola dana dan melaksanakan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan. Dan berkomitmen untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan bagi isu-isu lingkungan, termasuk deforestasi dan degradasi hutan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab.