Memasuki tahun 2024, sejumlah daerah di tanah air ditimba bencana ekologi. BMKG telah mengeluarkan data daerah yang berpotensi mengalami banjir. Merujuk ke data yang dikeluarkan Badan Meteorologi dan Klimatologi tanggal 10 Januari 2024, Bengkulu termasuk daerah yang berpotensi mengalami banjir, yang diperkirakan akan berlangsung hingga April 2024. Banjir, dengan kategori menengah berpeluang terjadi di 60 kecamatan yang tersebar di seluruh kabupaten kota. Kabupaten Bengkulu Utara dan Kota Bengkulu diperkirakan akan paling luas mengalami kebanjiran.
“Berkaca dari banjir yang melanda sebagian besar daerah di Sumatera, maka Bengkulu patutnya bersiaga. Prediksi cuaca dan kondisi ekosistem yang dipengaruhi tutupan hutan membuat provinsi ini berpotensi dilanda banjir,” kata Adi Junedi Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi.
Banjir merupakan buah dari kondisi alam akibat limpahan curah hujan tinggi, dipadukan dengan kemampuan ekosistem menyerap curah hujan yang semakin rendah. Rendahnya kemampuan menyerap air hujan dan tingginya aliran permukaan sehingga terjadi banjir tidak lepas dari kondisi ekosistem yang telah mengalami perubahan. Terutama perubahan tutupan hutan dan banyaknya areal terbuka.
Karena itu, TIM Geographic Information System (GIS) KKI Warsi melakukan analisis citra satelit sentinel, dipadukan dengan pengamatan dari google earth, citra spot 6, SAS Planet untuk mengetahui kondisi tutupan hutan dan perubahan permukaan lahan berupa lahan terbuka di Provinsi Bengkulu. Hal ini dilakukan untuk melihat dan membangun lkewaspadaan semua pihak dalam melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap bencana ekologi.
Dari analisis diketahui tutupan hutan di Bengkulu tinggal 645.116 ha, atau 32 persen dari luas wilayah Bengkulu. Dibandingkan dengan tahun 2022, tutupan hutan Bengkulu berkurang sebanyak 8.306 ha. “Perubahan tutupan hutan akan berpengaruh pada berkurangnya kemampuan bumi dalam menyerap air hujan, sehingga curah hujan berpotensi menjadi aliran permukaan,” kata Adi Junedi.
Tidak hanya berkurang, kawasan hutan dan lahan di Bengkulu juga terlihat di citra sentinel yang mengindikasikan adanya lahan terbuka. Dari analisis yang dilakukan terdapat 142.466 ha, lahan terbuka. Selain dalam kawasan hutan, areal terbuka juga terpantau dalam berbagai pemanfaatan lahan lainnya, seperti pembukaan lahan di kawasan tambang, terpantau seluas, 3.719 ha, perkebunan sawit seluas 12.719 ha, perusahaan kehutanan 4.053 ha.
Adanya areal terbuka di Bengkulu ini, tidak hanya terjadi pada kawasan yang diizinkan, namun juga terjadi pada kawasan konservasi. Dari analisis yang dilakukan, kawasan terbuka dalam kawasan hutan terpantau seluas 35.044 ha. Seluas 7.633 ha, bukaan terpantau berada di hutan lindung dan 6.533 ha berada di kawasan taman nasional.
“Kondisi lahan yang terbuka baik dalam taman nasional, perkebunan, area pengguna lain menjadi penyebab berkurangnya kemampuan tanah dalam penyerapan air, sehingga air akan meluncur menjadi aliran permukaan. Kondisi ini lah yang menyebabkan banjir dan longsor,” katanya.
Bengkulu kelola ruang
Provinsi Bengkulu berada di pesisir barat Sumatera dengan batas pegunungan bukit barisan. Kondisi geografis ini menghadirkan bengkulu yang indah sekaligus rentan bencana. Untuk itulah makanya dalam pengelolaan ruang, Bengkulu ditetapkan sebagian besar wilayahnya sebagai kawasan hutan. Dari 2.016.425 ha luas Bengkulu 924.631 ha atau 45 % diperuntukkan sebagai kawasan hutan. kawasan hutan ini ditetapkan lebih banyak sebagai fungsi perlindungan hutan, seperti Taman Nasional seluas 412.325 ha atau 46 % hutan Bengkulu. Selain itu juga terdapat 173.280 ha atau 18 persen kawasan hutan yang dipatok sebagai kawasan Hutan Lindung.
“Namun sayangnya keberadaan hutan lindung dan taman nasional ini, tidak lepas dari incaran banyak pihak untuk dialih fungsikan, terutama untuk perladangan. Kondisi ini tentu bisa menimbulkan dampak sosial dan masalah ekologi,” kata Adi Junedi.
Fakta banyak pihak memafaatkan kawasan hutan untuk area perladangan tidak bisa ditampik.untuk itu, perlu adanya langkah-langkah kongkrit dalam penataan pengelolaan ruang dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Termasuk mendorong pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, serta resolusi konflik pengelolaan sumber daya. Sebagai contoh di Desa Air Tenam masyarakat mendapatkan akses legal untuk mengelola hutan melalui pergutanan sosial. Skema perhutanan sosial guna mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan dengan menghadirkan pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan daya dukung dan bertitik berat pada pemulihan hutan sembari juga mengembangkan upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi.
KKI Warsi melakukan pendampingan masyarakat yang tinggal di Desa Air Tenam, Kecamatan Ulu Manna Kabupaten Bengkulu Selatan. Masyarakat yang berada di wilayah ini, sebagian besar beraktivitas dalam kawasan hutan. Desa ini sudah definitif sejak 2007 lalu, namun dari wilayah administrasi desa seluas 4.941 ha, hanya 341 ha atau 6,9 persen yang berupa Areal Penggunaan Lain (APL).
APL adalah areal di luar kawasan hutan negara yang diperuntukkan bagi pembangunan di luar bidang kehutanan. Selebihnya 2,167 ha atau 43.9 persen dengan status hutan lindung dan 2,432 ha atau 49.2 persen dengan status hutan produksi terbatas. Dengan kondisi ini, dari 55 kepala keluarga di Desa Air Tenam hanya dua orang yang memiliki lahan garapan di areal APL. Selebihnya berada di dalam kawasan hutan, baik hutan lindung maupun hutan produksi terbatas.
“Dalam pendampingan, KKI Warsi di desa ini mengembangkan program Baby Tree, yaitu menanami kembali hutan yang sudah di buka dengan tanaman kehutanan bernilai ekonomi,” kata Adi.
Menanam kembali di kawasan dan lahan terbuka sebagai sebuah upaya pemulihan hutan dan menumbuhkan tutupan hutan yang mengalami degradasi. Pun demikian di wilayah Desa Batu raja R, juga dikembangkan program adopsi hutan, yang mendorong masyarakat mengelola dan memanfaatkan hutan dengan prinsip pengelolaan berkelanjutan. Hal ini penting untuk dilakukan guna mempertahankan hutan tersisa dan memulihkan hutan Bengkulu.
“Di Bengkulu Utara kami dikembangkan program adopsi hutan yang programnya adalah penjagaan hutan melalui peningkatan kapasitas masyarakat pengelola dan pelatihan sumber ekonomi baru berbasis hasil hutan bukan kayu,” katanya.
Tentu upaya ini adalah langkah-langkah kecil. Harapnya tidak hanya di Desa Air Tenam dan Batu Raja R, inisiatif pengelolaan hutan yang berkelanjutan harus diterapkan di banyak wilayah di Bengkulu.
Langkah-langkah pengelolaan sumber daya alam ini kita harapkan menjadi agenda bersama para pihak.