Orang Rimba, Kubu dan Suku Anak Dalam (SAD)
Komunitas yang tinggal di dalam hutan di Provinsi Jambi menamakan diri mereka dengan sebutan Orang Rimba. Penyebutan Rimba mengacu pada tempat tinggal komunitas ini yang memilih berada di dalam hutan dataran rendah. Pola hidup mereka semi nomadik (berpindah) dengan sumber penghidupan dari berburu dan meramu hasil hutan. Tinggal dalam pondok-pondok sederhana dari material yang berada di hutan, kayu-kayu untuk tiang dan lantai, daun serdang untuk atap, pengikatnya menggunakan rotan. Cara berpakaian komunitas ini menggunakan cawat dan kemben untuk menutup organ vitalnya. Kelompok masyarakat ini menganut kepercayaan kepada dewa-dewa dan arwah leluhur.
Dengan pola kehidupan yang dijalani kelompok ini, masyarakat Melayu menyebutnya dengan nama Kubu. Penamaan Kubu dalam bahasa Melayu memiliki makna peyorasi seperti primitif, bodoh, kafir, kotor dan menjijikan. Sebutan Kubu telah terlanjur populer terutama oleh berbagai tulisan pegawai kolonial dan etnografer pada awal abad ini. Sedangkan pemerintah Provinsi Jambi menamakan kelompok masyarakat yang tinggal di dalam hutan dan tidak menganut norma yang sama dengan masyarakat Melayu ini dengan sebutan Suku Anak Dalam yang memiliki makna orang terbelakang yang tinggal di pedalaman. Sebutan Suku Anak Dalam tidak hanya ditujukan untuk Orang Rimba, namun juga ditujukan kepada komunitas atau suku lain yang terdapat di Jambi, yaitu Batin Sembilan dan Talang Mamak yang pola hidupnya ada kemiripan namun tidak sama dengan Orang Rimba. Batin Sembilan dan Talang Mamak merupakan komunitas yang berbeda dengan Orang Rimba terutama dalam hal perpindahan dan pola hidup. Kedua suku ini hidup relatif menetap dan menerapkan sistem pertanian petalangan sebagai sumber penghidupan mereka.
Sedangkan Kementerian Sosial menamakan kelompok masyarakat yang belum menganut norma yang berlaku umum dan tinggal di tempat terpencil dan berada di dalam hutan dengan nama Komunitas Adat Terpencil (KAT). Karena itulah dalam perspektif pemerintah mereka harus dimodernisasikan dengan mengeluarkan mereka dari hutan dan dimukimkan melalui program Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing (PKMT). Pada beberapa komunitas langkah yang dilakukan ini mampu membuat mereka meninggalkan daerah asalnya, dan bergabung dengan desa-desa terdekat atau membuat desa sendiri.
Populasi dan sebaran Orang Rimba
Orang Rimba, hidup secara berkelompok di hulu-hulu sungai di dalam hutan. Konsentrasi terbesar Orang Rimba di Jambi berada di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) yang secara geografis terletak antara 102° 30? 00?? – 102° 55? 00?? BT dan 10° 45? 00?? -20° 00? 00?? LS, dengan jumlah 2.546 jiwa (survei 2017) dan sebagian kecil ada di wilayah Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) sebanyak 474 jiwa (survei 2013). Orang Rimba juga dapat ditemukan di hutan-hutan sekunder dan perkebunan kelapa sawit sepanjang jalur lintas Sumatera hingga ke batas Sumatera Selatan, dengan jumlah populasi 1.373 jiwa (survei 2013).
Asal Usul
Terkait asal usul suku yang hingga kini masih tergolong kelompok marginal ini, dijumpai beberapa versi. Sebagian Orang Rimba meyakini bahwa mereka berasal dari kerajaan pagaruyung. Sejumlah pasukan diutus raja pagaruyung untuk melakukan perjalanan ke Jambi mengemban misi kerajaan, namun gagal menjalankan misinya. Tapi untuk kembali ke pagaruyung mereka malu, sehingga memilih melarikan diri ke hutan. Dan kemudian berkembang membentuk kelompok-kelompok sendiri.
Versi lainnya menyebutkan Orang Rimba berasal dari sisa sisa pasukan kerajaan Sriwijaya yang kalah berperang melawan Belanda, dan kemudian melarikan diri ke hutan. Versi lainnya menyebutkan kelompok ini berasal dari buah gelumpang.
Dari sekian banyak versi asal usul Orang Rimba, memang sulit untuk dibuktikan karena tidak ditemukan adanya bukti-bukti yang mengarah kesana. Menurut kajian antropologi Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, ketiga versi ini sulit bisa di klaim mendekati kebenaran asal usul Orang Rimba. Karena jika mereka berasal dari Kerajaan Pagaruyung, ataupun Sriwijaya maka dalam kehidupan mereka seharusnya juga telah mengenal peradaban yang ada dimasa itu, yang mungkin diturunkan kepada anak cucunya, seperti membuat rumah, bercocok tanam dan lainnya. Demikian juga dengan penggunaan bahasa, terdapat perbedaan dialek dan pelafalan huruf. Perubahan fonologi membutuhkan waktu yang sangat lama mencapai ratusan ribu tahun.
Kemungkinan besar Orang Rimba berasal dari suku Melayu Proto atau “Melayu Asli” masuk golongan Austronesia yang berasal dari Yunnan. Kelompok pertama dikenal sebagai Melayu Proto berpindah ke Asia Tenggara pada Zaman Batu Baru (2500 SM). Suku melayu proto ini juga yang kemudian sampai di dataran Jambi. Mereka sudah mengalami proses perubahan sosial beribu tahun dan kebanyakan terisolasi di dalam hutan. Ketika budaya baru seperti Hindu, Budha dan terakhir Islam masuk dan mempengaruhi budaya masyarakat lainnya, kelompok Orang Rimba yang berada di hutan tidak tersentuh sama sekali. Sehingga mereka tidak mengalami transformasi perubahan sosial. Sementara budaya-budaya lain telah berkembang pesat dan mempengaruhi kehidupan masyarakat melayu yang lainnya, Orang Rimba malah justru sebaliknya, mereka masih berpegang teguh dengan kebiasaan dan budaya mereka yang diwariskan leluhur dari zaman itu. Hidup secara nomaden dengan mengandalkan kehidupan dari berburu dan meramu.

Jl. Inu Kertapati No.12, Pematang Sulur Telanaipura, Kota Jambi Provinsi Jambi, 36124
TELP 0741-66695,66678 FAX 0741-670509