Di Provinsi Jambi, ada 3 komunitas adat yaitu Orang Rimba, Talang Mamak, dan Batin Sembilan belum mendapat perhatian yang penuh dari program desa. Tinggal di dalam hutan dan berpindah-pindah membuat komunitas adat tidak tersentuh dengan program desa dan jauh layanan kesehatan dan pendidikan. Selain itu pengakuan secara administrasi juga menjadi faktor komunitas adat belum tersentuh program desa. Seperti contoh, Orang Rimba mengalami perubahan cara hidup karena perubahan wilayah hutan. Saat ini mereka hidup berpindah-pindah di wilayah hutan tersisa dan di tengah-tengah desa transmigrasi. Hal ini menyebabkan Orang Rimba kesulitan mendapatkan akses pada layanan dan program desa.
“Baiknya para pihak yang berkegiatan dan memiliki program pada SAD (sebutan lain untuk Orang Rimba, Talang Mamak, dan Batin Sembilan), dapat berkoordinasi untuk memaksimalkan pemberdayaan bagi SAD. Sejauh ini, dapat dikatakan kelompok marginal tidak dan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintahan desa, sehingga kelompok marginal seringkali tidak mendapatkan manfaat dari program-program desa,” sebut Teguh Al Hadi Sekda Kabupaten Tebo pada 15 Desember 2022.
Padahal, masyarakat Adat dan kelompok rentan seharusnya menjadi subjek utama dalam pembangunan di desa. Kepedulian ini sesuai amanat Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang memasukkan kaum disabilitas sebagai kelompok rentan yang wajib dilindungi.
Berangkat amanat tersebut Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengggas Desa Inklusif yang fokus melindungi masyarakat adat, perempuan, anak, lansia, kaum disabilitas dan lain-lain. Direktur Advokasi dan Kerja Sama Desa Kemedes PDTT menyebutkan desa inklusif menjadi peluang untuk mengakomodir hak komunitas adat di Jambi. Bentuk peluang itu katanya melalui dengan pengakuan administrasi sehingga kedepannya bisa mengakses seluruh layanan yang ada di desa.
“SAD hidupnya nomaden, minimal mereka diakui secara administrasi kependudukan karena mereka memiliki keterbatasan akses sehingga perlu di dorong. Semua pihak bisa berpartisipasi langsung dari program pembangunan dengan pembiayaan APBDes,” ungkap Direktur Advokasi dan Kerja Sama Desa dan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Muhammad Fachri dalam kegiatan Menggagas Desa Inklusif, Upaya Mewujudkan Inklusi Sosial Dalam Pembangunan yang Berkelanjutan yang berlansung secara Hibrida di Aula Kantor Bappeda dan Litbang Kabupaten Tebo.
Selain pengakuan administrasi, M Fachri juga menyebutkan untuk mewujudkan desa infklusif perlu juga keterwakilan dari masyarakat marginal. Ia menyarankan dengan adanya pembentukkan kader di desa.
“Upaya untuk partisipasi masyarakat marginal dalam pembangunan tanpa menghilangkan adat dan budayanya. Harapannya ada pembentukan diarahkan desa mengkaderkan perwakilan masyarakat marginal menjadi kader penggerak desa dan mampu menjadi penggerak sosial dan terbiayai melalui APBDes,” lanjutnya.
Sementara itu, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi berkerja sama dengan dinas terkait untuk melakukan pendataan membangun komitmen dalam upaya percepatan pemenuhan dokumen adminduk bagi Orang Rimba dan Talang Mamak. Tidak hanya itu, juga mendata masyarakat marginal lainnya, seperti perempuan, lansia, disabilitas di 4 Kabupaten di Jambi yaitu Tebo, Bungo, Sarolangun, dan Merangin untuk terintergasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau data induk yang berisi data pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial sebagai data awal untuk mendukung program desa inklusif yang mengampu hak-hak dari masyarakat atau komunitas Adat.
“Saat ini KKI Warsi melakukan pendataan bagi Komunitas Adat salah satunya juga mendorong pengakuan administrasi bagi Orang Rimba seperti penerbitan adminduk. Data tersebut juga diintegrasikan dengan DTKS agar Orang Rimba dapat pelayanan kesejahteraan,” ungkap Koordinator Unit KKI Warsi Anggun Nova Sastika.
Selamat pagi, izin saya Widuri dari CSO ICT Watch, kami mau mengundang KKI Warsi untuk menjadi peserta aktif dalam kegiatan diskusi rountable dgn isu AI for GEDSI. Kami sangat ingin mendengarkan pengalaman, pendapat dan masukan dari kawan2 yang bergerak di isu masyarakat adat. Ke email yang mana yang sebaiknya saya kirimkan undangannya? Mohon infonya, terimakasih banyak.