Pengolaan hutan berbasis masyarakat yang diterapkan di Jambi terbukti memberikan manfaat kepada masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Pun kepada masyarakat suku adat marginal, diantaranya Orang Rimba, Talang Mamak, dan Bathin Sembilann. Namun, tujuan besar Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera melalui perhutanan sosial tidak mungkin tercapai jika hanya ditompangkan kepada masyarakat pemegang izin saja. Perlu kolaborasi lintas sektor untuk pengolaan perhutanan sosial agar peningkatan perekonomian masyarakat dapat tercapai.

Oleh karena itu, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi menggagas sebuah ruang dialog antara lembaga pengolala perhutanan sosial, pemerintahan desa, Dinas Kehutanan, Dinas DP3AP2, dan Kementrian Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.  Kegiatan ini bertujuan untuk membincangkan kolaborasi yang mungkin dilakukan untuk menunjang perhutanan sosial, salah satunya melalui dukungan dana desa. Gubernur Jambi Al Haris mengatakan penting untuk memperkuat pemahaman pemangku kebijakan di level desa dan para pihak dalam mendukung upaya pengembangan perhutanan sosial dan pemberdayaan masyarakat marjinal melalui APBDes.

“Penting dibangun sinergi dan pemahaman bersama oleh Pemerintah Desa dan para pihak terkait penganggaran APBDes yang bersumber dari APBN, Bantuan Keuangan Provinsi dan Kabupaten serta Alokasi Dana Desa di Kabupaten untuk pengelolaan perhutanan sosial dan pemberdayaan masyarakat marjinal,” ujarnya dalam pembukaan Workshop “Penggunaan APBDes dalam Mendukung Pemberdayaan Masyarakat di Provinsi Jambi” di Hotel Golden Harvest pada 04 Oktober 2022.

Saat menjabat sebagai Bupati Kabupaten Merangin, Al Haris telah melakukan terobosan dalam pengelolaan perhutanan sosial yaitu dengan pemberian dana afirmasi untuk peningkatan kapasitas  masyarakat pengelola perhutanan sosial. Direktur KKI Warsi mengatakan prakti-praktik baik seperti ini patut ditularkan kepada kabupaten lain untuk pemberdayaan masyarakat dan komunitas adat marginal yang ada di Jambi.

“Masih banyak masyarakat  sekitar hutan dalam kategori miskin. Oleh karena itu, upaya lintas sektor dan atensi kita terhadap suku anak dalam perlu ditingkatkan. Kami sangat berharap dari pemerintahan provinsi untuk kegiatan perhutanan sosial yang memiliki terobasan dalam pengalokasian dana afirmasi untuk kegiatan perhutanan sosial,” ungkap Adi Junedi.

Sementara itu, M. Fachri Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa Perdesaan Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaanmengatakan mengatakan salah satu bentuk kolaborasi desa dengan perhutanan sosial bisa melalui BUMDes.

“Kolaborasi menjadi kata kunci antara kelompok pemegang izin dengan BUMDes, baik itu pemanfaatan ekowisata, atau pengembangan komoditi yang cocok di desa. Prinsipnya dana desa, disesuaikan dengan permasalahan dan potensi desa,” ungkapnya.

Senada dengan itu, Dra Luthpiah Kadis DP3AP2 menyebutkan Badan Keungan Provinsi mengalokasikan dana sebesar Rp60 juta untuk pengembangangan BUMDes. Hal ini menjadi peluang bagi kelompok usaha berbasis potensi hutan untuk berkolaborasi dalam pengembangan usaha seperti ekowisata, jasa lingkungan, pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), agroforestry, agrosilvopastura dan kerajinan ramah lingkungan yang berhasil meningkatkan nilai tambah pendapatan masyarakat.

Praktik baik pengelolaan hutan dengan dukungan desa

Kabupaten Merangin terus melakukan inovasi dalam pengelolaan perhutanan sosial. Sebelumnya, melalui  tahun 2021, telah mengeluarkan Perbup No 2 tahun 2021 tentang penetapan alokasi dana desa, bagi hasil pajak dan retribusi daerah.  Salah satu penggunaan Alokasi Dana Desa tersebut adalah untuk penguatan kelembagaan perhutanan sosial melalui skema Afirmasi sebesar Rp 15.000.000/lembaga pengelola Perhutanan Sosial di 22 desa. Pada tahun 2023, disebutkan adanya peningkatan alokasi dana afirmasi.

“Rancangan awal adanya peningkatan menjadi 50 juta per lembaga untuk tahun 2023. Ini sebagai bentuk apresiasi menghargai jerih payah masyarakat dalam pengelolaan hutan dan pengentasan kemiskinan,” ungkap Sekretaris Dinas Pemerintah Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Merangin Deddi Candra.

Inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Merangin meski tidak langsung mengelola kawasan hutan, namun alokasi dana dianggarkan untuk peningkatan kapasitas masyarakat pengelola, operasional lembaga, serta dukungan sarana dan prasarana.

Praktik baik pengelolaan perhutanan sosial dengan dukungan dana desa juga diterapkan oleh Pemerintah Desa Sungai Beras. Sejak tahun 2021 pemerintahan desa telah mengalokasikan sebanyak 20 juta unttuk perhutanan sosial, jumlah ini bertambah menjadi 52 juta pada tahun 2022.

“Pengalokasikan dana desa untuk perhutanan sosial, jika pemerintahan desa tidak hanya membangun insfraktur tetapi juga sumber daya manusianya,” ungkap Kepala Desa Sungai Beras Gustiar.

Diceritakannya, dana tersebut digunakan untuk kegiatan patroli dan penjagaan hutan desa. Untuk peningkatan ekonomi masyarakat, diadakannya proram ketahanan pangan melalui pemberian bibit ikan.

“Karena hutan desa kami berada di wilayah gambut yang rentan kebakaran, pada musim kemarau kami membangun pos pantau, masyarakat kami sampai 2 minggu sebulan di dalam hutan,” ungkanya.

APBDes untuk Desa Inklusi

Pada aspek suku marginal atau dikenal dengan suku anak dalam, Kementerian Desa PDDT telah menggulirkan program Desa Inklusif. Desa inklusif merupakan desa yang memberikan layanan ramah kelompok rentan dan marginal. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Provinsi Jambi hidup 6.563 Jiwa, sekitar 70% diantaranya telah memiliki NIK yang artinya telah tercatat di beberapa desa di Kabupaten Bungo, Tebo, Merangin, Sarolangun dan Batanghari. Dalam konteks Desa Inklusif tentu suku marginal seperti orang rimba, talang mamak dan Batin Sembilan mesti berhak mendapatkan layanan pemerintah, dalam hal ini dana desa.

“Pemberdayaan suku adat marginal di Jambi menjadi best practice dalam hal ini dan bisa menjadi model dalam pemberdayaan suku adat marginal,” ungkap Fakhri.

Desa Pelakar Jaya di Kabupaten Merangin pada kesempatan tersebut juga menyampaikan pengalamannya dalam integrasi Orang Rimba dengan desa. Saat ini di Pelakar Jaya telah ada permukiman Orang Rimba.

“Orang Rimba di desa kami telah menetap. Pun ada beberapa bentuk pemberdayaan yang dilakukan desa bersama Warsi seperti pelatihan menjahit dan pembuatan kerajinan dari sawit,” ucap Kepala Desa Pelakar Jaya Ayep.