Geger penemuan mayat tersangkut di pohon dan membuat pihak kepolisian bergerak. Dilakukan penyelidikan apakah terkait pidana atau bukan. Beberapa waktu lalu, beredar video evakuasi mayat bayi yang tergantung di ranting pepohonan dan tertutup terpal. Setelah polisi datang, dipasang garis polisi dan dicari keterangan, rupanya itu adalah mayat bayi Orang Rimba yang sudah meninggal. Karena berada di jalur lalu lintas warga, mayat itupun dievakuasi ke tempat lain, untuk dimakamkan. 

Kenapa ada  mayat Orang Rimba tergantung di pohon dan  tidak dimakamkan?  Kenapa mayat Orang Rimba bisa ditemukan orang lain? Apakah ini lazim. Tentu pertanyaan ini kerap muncul. Orang Rimba, sejatinya sudah menempati hutan jambi sejak ratusan tahun lalu, mereka telah menjalankan adat budayanya yang bertahan hingga ini. Ekspresi budaya mereka sebelumnya berjalan dengan baik dan tidak mengusik orang lain. Termasuk tradisi Orang Rimba dalam prosesi pengurusan jenazah tidak pernah berubah. Caranya tetap seperti itu, hanya saja perubahan ‘halom’ yang membuatnya berbeda. 

Dalam aspek kehidupan Orang Rimba, menerap menempatkan hutan sebagai bagian penting kehidupan. Inilah yang juga mengacu ke penyebutan nama komunitas ini. “Kamia Orang Rimba (kami Orang Rimba),” begitu mereka menamakan diri komunitas yang tinggal dan hidup di dalam hutan ini. Hutan tempat berlindung, tempat mencari penghidupan dan tempat mengekspresikan budaya. Mereka telah membagi hutan ke dalam sejumlah peruntukannya. Ada yang dinamai dengan tanah badewo, hutan yang diyakini sebagai tempat tinggal dewa-dewa, kawasan ini terlarang dimasuki orang umum, hanya kalangan tertentu dengan cara tertentu bisa masuk ke kawasan ini. Selanjutnya ada tanah bebalai, kawasan hutan yang dijadikan tempat melaksanakan ritual perkawinan. Ada tanah peranoon, kawasan hutan yang dijadikan tempat melahirkan. Ada Banuaron, kawasan hutan yang banyak ditumbuhi pohon buah. Dan ada tanah pasaron, kawasan hutan yang dijadikan tempat pemakaman. 

Setiap Orang Rimba memahami di mana lokasi masing-masing sebutan hutan ini. Secara lisan diwariskan turun temurun pengetahuan mengenai hutan ini. “Rubuhnya halom’ yang bisa dimaknai dengan hancurnya rimba adalah ketakutan terbesar bagi Orang Rimba. Kehilangan akar budaya dan eksistensi kehidupan. Ini yang kini menghantui kehidupan Orang Rimba. Termasuk ketika tanah pasaron tidak lagi mudah mereka temukan, sehingga berujung pada penemuan mayat. 

Pasaron, sejatinya berupa hutan lebat dan sulit di jangkau dan terlindung dari akses orang luar. Prosesi pengantaran jenazah ke pasaron juga hanya melibatkan keluarga inti, sedangkan anggota kelompok yang lain, bersiap untuk melangun, tradisi menghilangkan kesedihan yang masih berlangsung hingga hari ini. 

Ketika yang meninggal adalah orang dewasa, maka pasaron berupa pondok beratap terpal. Pondok ini dibuatkan lantainya sejenis balai-balai setinggi satu meter dari permukaan tanah. Lantainya terbuat dari kayu-kayu kecil yang disusun berjejer. Jenazah akan ditempatkan diatas lantai ini, ditutupi kain, dan tinggalkan beserta seluruh barang yang pernah digunakan oleh yang bersankutan. Peralatan berburu, memasak, pakaian, apapun yang menjadi barang orang yang meninggal akan ditempatkan di pondok itu. 

Ketika yang meninggal adalah bayi, maka penempatannya dibungkus kain panjang dan digantung di ranting kayu, kemudian di atap dengan terpal. Dalam tradisi Orang Rimba, tidak ada istilah ziarah, ketika sudah dilakukan prosesi pengantaran jenazah selesai sudah relasi dengan yang bersangkutan. Namanya tidak boleh lagi disebut, karena itu akan menimbulkan kesedihan keluarga. 

Tradisi pemakaman yang dilakukan Orang Rimba dengan tidak mengubur mayat, tidak hanya berlaku bagi mereka. Ini adalah tradisi umum bagi masyarakat hunter and gatherer, di banyak daerah. Tradisi yang sudah berjalan ratusan tahun ini, selama ini bisa dilaksanakan dan tidak ada kelompok masyarakat lain yang menemukan atau menjumpai kondisi ini. Hal ini karena posisi pasaron jauh di dalam hutan dan tidak diakses oleh orang luar.

Ekspresi budaya menjadi tidak mudah lagi untuk dilakukan, ketika hutan yang menjadi identitas komunitas ini semakin tipis. Inilah yang menyebabkan tradisi Orang Rimba terlihat masyarakat luar, dan kemudian mengundang perhatian pihak lain. Seolah ada penemuan mayat.

Untuk itu, penting bagi semua pihak, terutama negara hadir untuk memberikan ruang bagi suku ini, sehingga mereka bisa menjalankan tradisi ini, tanpa mengundang kecurigaan pihak lain. Secara populasi, Orang Rimba, berjumlah sekitar 6.500. sebagian besar dari mereka masih menjalankan tradisi nenek moyang. Hanya sebagian kecil, yang sudah memilih menganut agama yang sudah mulai meninggalkan tradisi ini. Penghargaan terhadap budaya, merupakan penghargaan terhadap kehidupan, jadi sangat penting bagi negara untuk memfasilitasi Orang Rimba bisa menjalankan ritual, tradisinya dengan menjaga dan menyediakan hutan untuk kehidupan mereka.