Talang Mamak

Talang Mamak secara umum adalah salah satu etnis yang kehidupannya tergantung pada sumber daya hutan yang dahulunya hidup dari dengan cara berburu dan meramu, serta mengolah sumber daya alam untuk dikonsumsi secara ego-keluarga maupun kommunal. Secara garis besar, Talang Mamak menyebar di sekitar Bukit Tigapuluh, yang secara administrasi berada di empat kecamatan yaitu Batang Gangsal, Kelayang, dan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Satu kelompok berada di Dusun Simarantihan, Desa Suo-suo, Kecamatan Batang Sumai, Kabupaten Tebo Propinsi Jambi.

Masyarakat yang hidup dengan sistem peladangan di bagian pedalaman merasakan bagaimana hutan yang menjadi sandaran hidup mereka tidak bisa secara penuh dan utuh mengklaim sebagai wilayah penghidupan mereka dan dikelola secara berdasarkan kearifan yang mereka miliki. Hal ini jugalah yang menjadi persoalan Talang Mamak, konsesi dan peruntukan lahan yang ditentukan pemerintah juga mengusik ketenangan komunitas yang sudah ratusan tahun hidup bersama dengan hutannya. Perusahaan-perusahaan logging yang mengunduli hutan, kemudian hadirnya perusahaan sawit menjadi ancaman kehidupan masyarakat Talang Mamak.

Tidak hanya itu, Talang Mamak yang bermukim di sepanjang aliran Sungai Batang Gansal juga memiliki persoalan berhadapan dengan pengelola Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sejak tahun 2002 TNBT ditetapkan menteri kehutanan sebagai kawasan konservasi, termasuk dalam kawasan ini pemukiman Talang Mamak yang berada di aluran Gansal.

Dengan kondisi ini, WARSI mendorong adanya pengelolaan TN secara kolaborasi dengan masyarakat Talang Mamak dan mengakui hak kelola Talang Mamak di wilayah itu. Melihat dari kemarginalanya, pendidikan dan layanan kesehatan juga menjadi hal penting untuk kelangsungan Talang Mamak ke depannya. Ini juga menjadi fokus kegiatan WARSI bersama komunitas yang konon berasal dari keturunan ketifa nabi Adam ini.